Sejauh ini Pemkab Muba terus mengupayakan data prevalensi stunting terkini dapat diperoleh skala layanan Puskesmas di tingkat kecamatan dan desa.
Palembang (ANTARA) - Kasus gagal tumbuh pada anak atau stunting di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir berkat adanya intervensi dari pemerintah setempat dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan.

Sekretaris Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Apriyadi di Sekayu, Jumat mengatakan, angka stunting pada tahun 2018 mencapai 10,12 persen, kemudian menurun pada 2019 menjadi 8,88 persen dan pada 2020 menjadi 5,49 persen. Sedangkan pada 2021 menjadi 2,22 persen.

“Walau sudah turun, artinya masih ada anak-anak yang stunting. Tentunya ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama untuk menurunkannya, bahkan menghilangkan stunting ini,” kata Apriyadi.

Ia mengatakan pemkab meminta para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan desa dapat mengalokasikan dana untuk kesehatan masyarakat, yang diantaranya untuk menurunkan angka stunting.

Selain itu, pemerintahan ditingkat desa juga diharapkan menggandeng organisasi kemasyarakatan seperti Tim Penggerak PKK untuk membantu dalam sosialisasi mengenai cara mencegah gagal tumbuh pada anak ini.

Sejauh ini Pemkab Muba terus mengupayakan data prevalensi stunting terkini dapat diperoleh skala layanan Puskesmas di tingkat kecamatan dan desa.

Hal ini bertujuan guna mengetahui status gizi anak sesuai umur di Kabupaten Muba, serta mengukur prevalensi stunting secara berkala. Data ini akan menjadi rujukan dalam pembuatan program kerja Dinas Kesehatan tingkat kabupaten.
Baca juga: Sumatera Selatan anggarkan Rp145 miliar turunkan kekerdilan
Baca juga: Pemprov Sumsel cegah stunting dengan galakkan gemar makan ikan


Kadinkes Muba Azmi Dariusmansyah menjelaskan bahwa pengukuran dan publikasi angka stunting adalah upaya kabupaten/kota untuk memperoleh data prevalensi stunting terkini pada skala layanan puskesmas, kecamatan, dan kelurahan/desa.

"Hasil pengukuran tinggi badan anak di bawah lima tahun serta publikasi angka stunting digunakan untuk memperkuat komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam gerakan bersama penurunan stunting," ujar dia.

Ia mengatakan dari hasil analisa di lapangan, faktor determinan yang mempengaruhi kejadian stunting di Kabupaten Muba adalah keluarga merokok, tidak ada JKN, tidak ada jamban sehat, Riwayat bumil KEK, ada penyakit penyerta dan cacingan.

Tindak lanjut faktor determinan yang telah dilakukan yaitu sosialisasi Perda Rokok dan bahaya merokok bagi pertumbuhan perkembangan bayi dan anak.

Kemudian, pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil yang bersumber dari bahan pangan lokal (integrasi dengan ketahanan pangan KWT/KRPL), sosialisasi dan distribusi tablet tambah darah (TTD) remaja putri (integrasi posyandu remaja dengan BKR dari Dinas KB).

Kemudian membentuk “Tim Gessit” atau Gerakan Stop Stunting yang melibatkan bidan desa, KPM, kader posyandu, TP-PKK desa untuk mendampingi rumah tangga 1.000 Hari Pertama Kehidupan, baik yang berisiko maupun tidak dalam upaya pencegahan stunting terintegrasi.

Lalu, memaksimalkan anggaran pusat, daerah dan desa serta swadaya masyarakat dalam penyediaan jamban sehat dan air bersih di rumah tangga 1.000 HPK.

Serta, Gerakan minum obat cacing Bersama setiap bulan februari dan agustus di Posyandu dan PAUD.

“Kesemua upaya ini diharapkan mendapatkan dukungan dari banyak pihak,” kata dia.

Sementara itu, terkait, percepatan penurunan stunting, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan menargetkan penurunan prevalensi stunting 14 persen di tahun 2024 serta target pembangunan berkelanjutan di tahun 2030 berdasarkan capaian di tahun 2024.
Baca juga: BKKBN sebut tidak semua orang pendek stunting
Baca juga: Angka balita stunting di Surabaya turun jadi 1.785 kasus
Baca juga: Angka stunting di Jakarta Pusat turun jadi 3 persen

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021