Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Riset dan Respon Bencana Universitas Indonesia (DRRC UI) Fatma Lestari mengungkapkan kolaborasi menjadi kunci dalam menyikapi kondisi VUCA dan BANI yang dialami dunia saat ini, termasuk di DKI Jakarta di tengah pandemi COVID-19.

Menurut Fatma, akumulasi dari  VUCA ("Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambigue") serta BANI ("Brittleness, Anxiety, Nonlinearity, dan Incomprehensibility") membuat keadaan menjadi tidak pasti dan tidak stabil.

"Keadaan yang terjadi saat ini, salah satunya faktor penyebabnya adalah dugaan model linier sebab-akibat tidak lagi relevan, tidak lagi mudah membuat rencana straategi jangka panjang, atau bahkan jangka pendek," kata Fatma Lestari dalam sebuah webinar Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, dalam menjawab keadaan rumit saat ini, kolaborasi dan komunikasi dalam sebuah organisasi atau lembaga, menjadi sangat penting.

Webinar MBKM yang digelar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Pusat Riset dan Respon Bencana (DRRC UI), Ikatan Alumni Lemhannas Komprov DKI Jakarta, dan PT Biro Klasifikasi Persero (Persero), ini merupakan kelanjutan dari webinar sebelumnya dengan tema "Digital Transformation in Government: Now or Never".

Dalam webinar itu, salah satu topik yang dibahas yakni praktik terbaik untuk peralihan kepemimpinan saat COVID-19 di desa yakni dengan pelaksanaan "e-voting" dan "quick real count" berbasis android pada sejumlah kabupaten/kota di Indonesia, yang diungkapkan oleh dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Rachma Fitriati.

"Pesta demokrasi di desa yang selama ini identik dengan keramaian dan pelibatan penuh masyarakat desa untuk memilih kepala desa setiap enam tahun sekali, pada pandemi COVID-19 tiba-tiba harus mengalami penundaan," kata Rachma Fitriati.

Seharusnya, kata Rachma, Pilkades serentak dilakukan di 14.705 desa pada 236 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2021, tapi karena pandemi COVID-19, maka baru 11.125 desa di 165 kabupaten/kota yang melaksanakan.

"Pada kurun waktu dua bulan sejak 9 Agustus 2021, sebanyak 61 kabupaten/kota, 3.541 desa menunda pelaksanaan Pilkades.sebanyak 28 kabupaten/kota di 1.456 desa belum melaksanakan, serta 42 kabupaten/kota menunda pelaksanaan Pilkades serentak pada tahun 2022," ujarnya.

Pada sektor lainnya, Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata, Dadang Solihin, menyebutkan, disrupsi terjadi di sektor pariwisata, karenanya digitalisasi menjadi salah satu jawaban untuk menghadapi kondisi VUCA dan BANI ini.

"Dalam industri pariwisata di DKI Jakarta, semua hal yang meliputi rantai nilai industri pariwisata sudah berbasis digital, apabila ada yang belum, sudah menuju ke sana. Tak hanya sektor wisata, untuk kegiatan sehari-hari, seperti memesan makanan, ojek juga sudah berbasis digital," kata Dadang.

Yang terpenting dalam digitalisasi ini, menurut Dadang adalah, bagaimana analisis pengalaman pelanggan di mana data analisis ini menjadi salah satu alat yang cerdas dalam rangka memberikan kebijakan pengembangan pariwisata.

Sementara itu, Ketua IKAL Lemhannas Komprov DKI Jakarta Sylviana Murni yang juga Anggota DPD RI asal Jakarta menyebutkan, kondisi VUCA dan BANI sendiri sudah dijadikan sebagai asumsi dalam perencanaan kegiatan mereka.

"Untuk menjawab volatilitas atau perubahan naik turun yang super cepat, kita dituntut untuk mampu mendeskripsikan visi masa depan secara lebih jelas, sedangkan kondisi ketidakpastian atau Uncertain, mengharuskan kita dengan sangat cepat harus segera memahami lingkungan dengan sebanyak mungkin mengolah informasi," tutur Sylviana.

Baca juga: Perbankan perlu siapkan pemimpin tangguh hadapi era VUCA
Baca juga: Rektor IPB: Alumni harus mampu adaptasi kondisi VUCA World

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2021