Kepahiang (ANTARA News) - Siswa SMPN 2 Kabupaten Kepahiang Feby Yulianda yang ditahan Kepolisian Daerah Bengkulu terkait dugaan merakit bom buku, mengaku terinspirasi setelah membaca buku jihad berjudul "Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci" karangan Abdul Wahab terbitan Tiga Serangkai.

"Sebelum merakit bom itu Feby sempat membaca buku setebal 444 halaman itu," kata Kapolres Kepahiang AKBP Chaerul Yani di Kepahiang, Kamis.

Kepada penyidik Polres Kepahiang, Feby juga mengaku mengambil buku itu dari perpustakaan SDN 18 yang tak jauh dari rumahnya.

Rangkaian kabel dan komponen elektronik dari joycstick Play Station (PS) itu ditumpuk dalam buku.

"Memang tidak ada bahan peledak dan batere yang bisa membuat rangkaian itu meledak," katanya.

Siswa yang dikenal baik dan rajin di mata guru di sekolahnya ini membuat rangkaian bom buku di rumahnya dengan disaksikan teman sepermainannya.

Setelah bom buku selesai ia kerjakan layaknya bom buku yang dikirim oleh teroris ke markas Jaringan Islam Liberal (JIL), Feby mengaku ketakutan dan menyimpan hasil karyanya itu di loteng rumah.

Rakitan bom buku itu secara tidak sengaja ditemukan ayahnya, Imron Joni dan melaporkan temuan tersebut ke Polres Kepahiang.

"Dari laporan itulah kami memeriksa buku yang dilapisi plakban bening itu dan menemukan rangkaian sirkuit joystik Playstation dan kabel-kabel," paparnya.

Kapolres belum berani memastikan apakah tindakan Feby iseng atau ada pihak yang mendalangi.

Penyelidikan masih terus berlangsung dengan memeriksa anggota keluarganya dan rekan sepermainan.

Kepala SMP Negeri 2, tempat Feby bersekolah Anelia Risa mengatakan Feby adalah sosok yang rajin dan berlaku selayaknya anak normal seusia dia.

"Hobynya bermain sepak bola dan kami sama sekali tidak tahu kalau Feby merakit bom. Kami baru tahu setelah baca berita," katanya.

Anelia mengatakan dalam keseharian di sekolah Feby juga tergolong anak yang pintar tetapi tidak suka membaca dengan nilai rata-rata rapot tujuh.

Orang tua Feby, Imron Joni ketika ditemui di rumahnya dengan mata yang basah karena kesedihan mendalam, merasa tidak percaya jika anaknya sampai merakit bom buku. Apalagi disebutkan ia terinspirasi setelah membaca buku jihad tersebut.

"Anak saya itu tidak suka membaca buku, kalau mau belajar dia harus saya pukul dulu, lalu jika ia membuat rangkaian bom karena terinspirasi dari membaca buku itu, saya tidak habis fikir," ungkapnya.

Ditambahkan Imron, selama ini ia tidak pernah melihat tingkah laku aneh anaknya apalagi sampai membaca buku yang bersampul merah muda itu.

"Saya baru tahu dari polisi bahwa anak saya membuat rangkaian bom karena terinspirasi setelah membaca buku," tambahnya.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011