Jakarta (ANTARA) - Sistem imunitas yang sehat berfungsi sebagai pelindung tubuh dari penyakit dan infeksi. Jika sistem imunitas ini tidak berfungsi, alih-alih jadi pelindung, justru tubuh yang diserang.

Sel, jaringan hingga organ tubuh bisa menjadi korbannya. Penyakit autoimun bisa mengenai berbagai bagian tubuh, melemahkan fungsi tubuh dan mengancam jiwa seseorang.

Apa itu penyakit Lupus?
Systemic Lupus Erythematosus atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah salah satu jenis penyakit Autoimmune Inflamatory Rheumatic Disease (AIIRD) yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.

Penyakit ini akan mengakibatkan hilangnya kemampuan sistem imunitas untuk mendeteksi perbedaan antara substansi asing dengan sel atau jaringan milik tubuh yang memicu terjadinya peradangan hebat (inflamasi). Peradangan yang disebabkan oleh lupus dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh yang berbeda - termasuk persendian, kulit, ginjal, sel darah, otak, jantung, dan paru-paru.

Penyakit lupus dapat menyerang siapa saja, namun sebagian besar ditemukan pada perempuan usia produktif antara 15 hingga 45 tahun. Penyakit ini perlu diwaspadai sebab diagnosisnya tidak mudah dan sering kali terlambat2.

Meskipun 90 persen penderita lupus pemeriksaan laboratorium ANA (antibodi anti-nuklear) nya positif, tidak ada satu pun pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat memastikan seseorang menderita lupus. Banyak penderita mengalami gejala-gejala lupus untuk beberapa tahun sebelumnya, sebelum mereka betul-betul ditetapkan menderita lupus.

Baca juga: IDAI sebut 90 persen penyakit lupus diderita perempuan usia produktif

Baca juga: Pola makan dan olahraga, kunci sehat penyandang Lupus

Apakah penyebab penyakit Lupus?
Sebagai penyakit autoimun, lupus terjadi ketika sistem kekebalan tubuh Anda menyerang jaringan sehat di tubuh pasiennya. Kemungkinan lupus disebabkan oleh kombinasi genetika, hormon dan lingkungan tempat pasien tinggal.

Terdapat kecenderungan pada penderita lupus, di mana penyakit itu berkembang ketika mereka bersentuhan dengan sesuatu di lingkungannya. Dalam banyak kasus, penyebab lupus hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.

Namun, beberapa pemicu potensial meliputi paparan sinar matahari, infeksi, obat-obatan. Lupus dapat dipicu oleh beberapa jenis obat tekanan darah, obat anti kejang dan antibiotik. Orang yang memiliki lupus yang diinduksi obat biasanya berangsur membaik ketika mereka berhenti mengkonsumsi obat. Jarang sekali gejala lupus dapat bertahan setelah penggunaan obat-obatan pemicu dihentikan.

Bagaimana klasifikasi penyakit Lupus?
Penyakit lupus secara umum dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk yaitu:

LES Ringan
Pasien dengan LES ringan secara klinis tenang, tidak terdapat tanda ataupun gejala yang mengancam nyawa penderita. Fungsi organ pun bekerja dengan normal atau stabil, seperti: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Contoh dari LES ringan misalnya penyakit lupus dengan manifestasi arthritis dan kulit.

LES Sedang
Tingkat keparahan LES dapat dikategorikan sedang ketika terjadi gejala Nefritis ringan hingga sedang (lupus nefritis kelas I dan II). Mengalami trombositopenia (trombosit 20- 50x103 per mm kubik) atau penurunan jumlat platelet darah di bawah batas takaran normal pada 150.000 hingga 450.000 per mikroliter. Terjadi serositis mayor atau peradangan hebat pada lapisan dalam paru-paru (pleuritis) maupun jantung (perikarditis), di mana biasanya terjadi dengan nyeri dada, demam, dan efusi eksudatif.

LES Berat
Klasifikasi penyakit LES dapat dikategorikan berat atau sangat serius ketika sifatnya sudah mengancam nyawa penderita (life or organ-threatening).

Apa saja gejala penyakit Lupus?
Gejala penyakit lupus kebanyakan merupakan gejala yang dimiliki oleh penyakit lain, itu sebabnya diagnosis terhadap penyakit ini cukup sulit. Peradangan yang terjadi akibat lupus dapat menyerang berbagai organ tubuh.

Hal ini menyebabkan gejala lupus bisa sangat beragam dan di mana satu penderita dengan penderita lain dapat berbeda. Meski demikian, terdapat sejumlah gejala umum yang biasa terjadi, yaitu nyeri dan kaku sendir, ruam di kulit khususnya di pipi dan hidung yang sering disebut "butterfly rash", kelelahan hebat tanpa pemicu, pembengkakan sendi, kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari, rambut rontok, anemia, masalah pembekuan darah, penurunan berat badan, demam tanpa sebab jelas, jari berubah pucat menjadi putih atau biru dan kesemutan saat dingin alias fenomena Raynaud dan sariawan.

Gejala lain mungkin juga dialami tergantung pada bagian tubuh yang diserang, seperti masalah saluran pencernaan, jantung, atau kulit.

Baca juga: Lupus sulit didiagnosis tapi bisa dideteksi lewat SALURI

Bagaimana penyakit Lupus didiagnosis?
Sulitnya diagnosis penyakit lupus, menyebabkan penderitanya harus menjalani sejumlah pemeriksaan. Dokter akan mulai dari penggalian informasi mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien dan keluarga.

Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien, termasuk memeriksa ada tidaknya ruam dan peradangan sendi yang biasanya sering muncul pada penderita lupus.

Diagnosis LES dibuat berdasarkan kombinasi manifestasi klinis pada penyakit luput yang khas serta hasil serologi positif. Pemeriksaan penunjang seperti skrining lanjutan akan dilakukan juga untuk memudahkan dokter membuat diagnosis yang tepat, di antaranya pemeriksaan ANA (antibodi antinuklear), untuk memeriksa keberadaan sel antibodi tertentu dalam darah yang biasanya dimiliki oleh penderita lupus.

Tes darah lengkap, untuk mengukur jumlah setiap jenis sel darah dan mengetahui seberapa baik fungsi ginjal juga fungsi hati. Tes urine, untuk mengukur kadar protein atau sel darah merah di urine yang dapat menjadi tolok ukur kerja ginjal. Biopsi kulit atau ginjal, untuk mengetahui ada tidaknya jaringan yang abnormal pada kulit dan ginjal.

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa tanda dan gejala khas penyakit lupus, seperti Sun sensitivity rashes (malar rashes/butterfly rashes), Discoid rash, yaitu ruam merah di kulit yang menyisakan bekas jaringan parut, Arthritis yang merupakan pembengkakan atau nyeri sendi kecil tangan, kaki, lutut, dan pergelangan tangan.

Serta gangguan ginjal yang ditandai dengan munculnya protein pada urine, gangguan saraf yang ditandai dengan kejang atau psikosis, peradangan pada lapisan pembungkus paru-paru (pleuritis) atau lapisan pembungkus jantung (perikarditis), gangguan darah seperti anemia, leukopenia, atau trombositopenia.

Juga gangguan sistem imun. Ada kemungkinan dokter juga akan merujuk pasien ke rheumatologist, yaitu dokter yang khusus mengobati gangguan persendian dan jaringan lunak serta penyakit autoimun.

Bagaimana pengobatan penyakit Lupus?
Pengobatan bagi penderita lupus akan tergantung dari gejala serta kebutuhan masing-masing pasien. Setidaknya perawatan tersebut dilakukan dengan menggunakan obat yang difokuskan untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit, menenangkan daya tahan tubuh agar tidak menyerang organ dan jaringan tubuh, mengurangi atau mencegah kerusakan pada sendi, mengurangi atau mencegah kerusakan organ.

Beberapa jenis obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati lupus antara lain:
1. Kortikosteroid (dan obat penekan sistem kekebalan lainnya). Steroid oral seperti prednison dan prednisolon dapat menjadi pengobatan yang sangat membantu penderita. Terutamanya pada serangan lupus serius yang mempengaruhi organ seperti ginjal, steroid dalam dosis tinggi dapat dengan cepat mengontrol gejala yang terjadi.

2. Anti malaria. Obat ini dikenal juga dengan antimalarial drug yang digunakan untuk mengobati penyakit malaria, di mana para peneliti menemukan bahwa obat ini juga dapat membantu perawatan penyakit lupus. Obat ini bekerja dengan baik dengan kasus lupus ringan hingga sedang, membantu meringankan gejala seperti pembengkakan sendi dan ruam kulit. Tetapi perlu dicatat bahwa hydroxychloroquine tidak dapat digunakan sendiri untuk kasus lupus parah yang melibatkan ginjal atau organ lain.

3. Imunosupresan. Karena lupus adalah penyakit yang disebabkan oleh sistem kekebalan yang terlalu aktif, obat-obatan yang menekan sistem kekebalan dapat membantu meringankan gejalanya, di antara lain seperti golongan kalsineurin inhibitor (e.g. siklopsorin), golongan mikofenolat, azatriopin, cyclophosphamide, dan lain-lain. Obat-obatan tersebut umumnya digunakan sebagai steroid sparring agent pada orang yang menderita lupus sedang hingga parah.

Perlu diketahui bawah lupus dapat mempengaruhi banyak bagian tubuh yang berbeda, maka dari itu banyak pasien yang akan membutuhkan obat lain tergantung pada gejala yang diderita. Ini bisa termasuk statin, diuretik, antikoagulan, obat untuk memperkuat tulang, obat tekanan darah, antibiotik, stimulan, dan lain sebagainya.

Selain pengobatan seperti yang telah disebutkan, pasien juga disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat, dan melakukan pengelolaan stres dengan cara yang positif.

Penyakit Autoimun (AIIRD) dan COVID-19
Penderita penyakit autoimun harus bertindak lebih waspada serta melakukan pencegahan ekstra untuk menghindari terjadinya paparan virus, sebab kondisi tubuhnya sangat rentan terhadap virus dan terdapat indikasi mengembangkan penyakit lain, yang dapat berujung pada komplikasi.

Meski penderita autoimun (dalam kasus ini lupus) memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi, akan tetapi penelitian menemukan kabar yang cukup melegakan dimana tingkat kelangsungan hidup pasien penderita lupus atau radang sendi yang terserang virus COVID-19 relatif tinggi.

Baca juga: Tantangan COVID-19 terhadap penderita reumatik inflamasi autoimun

Baca juga: FKUI luncurkan aplikasi Lupusku untuk tingkatkan kepatuhan terapi

Baca juga: Pasien reumatik inflamasi autoimun perlu dapat vaksinasi COVID-19

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021