Selama negara eksis, maka kepentingan nasional ini selalu ada.
Jakarta (ANTARA) - Letak strategis dan kekayaan Indonesia yang luar biasa berpotensi menimbulkan pelanggaran wilayah oleh negara lain secara sistematis, baik ancaman militer maupun nirmiliter, sehingga pertahanan negara yang kuat merupakan suatu keniscayaan didukung industri pertahanan dalam negeri.

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya (Purn) Dr Agus Setiadji SAP MA, di Jakarta, Selasa, menuturkan kepentingan nasional perlu diproklamasikan secara jelas ke seluruh dunia agar negara lain tahu dan tidak mengusik kepentingan Indonesia.

Jika kepentingan negara pada tingkat bertahan diganggu, maka hal ini tidak bisa dikompromikan karena menyangkut kedaulatan negara.

Di antaranya hal-hal yang harus dilindungi sekuat tenaga adalah pada aspek teritorial, perlindungan penduduk, dan institusi dari serangan musuh baik dari luar maupun dalam negeri, serta perlindungan nilai-nilai bangsa.

"Sehingga negara tidak akan segan untuk berperang demi melindungi kepentingan pada tingkat intensitas ini. Selama negara eksis, maka kepentingan nasional ini selalu ada," kata dia, saat peluncuran bukunya yang bertajuk “Arah Kemandirian Pertahanan” setebal sekitar 500 halaman, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.

Peluncuran buku keenamnya ini hasil kolaborasi dengan Jakarta Defence Studies, suatu institusi kajian strategis yang didirikan tiga wartawan nasional peminat berbagai hal terkait kemiliteran dan pertahanan.

Hadir sebagai pembahas pada diskusi terbuka peluncuran buku itu adalah mantan Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio, pengamat kemiliteran dan pertahanan Dr Connie Rahakundini, serta CEO PT Infoglobal Teknologi Semesta Adi Sasongko.

Pada paparan singkatnya tentang bukunya itu, Setiadji menyatakan, untuk menciptakan pertahanan negara yang kuat, maka Pemerintah harus membangun industri pertahanan yang juga kuat dan di Indonesia saat ini terdapat 176 perusahaan industri pertahanan nasional yang terdaftar.

Mereka terdiri dari BUMN yang tergabung dalam lima kelompok usaha, serta BUMS, di antaranya PT Infoglobal Teknologi Semesta yang berkedudukan di Surabaya, dan PT Lundin Industri Invest yang berkantor pusat di Banyuwangi, Jawa Timur.

PT Infoglobal Teknologi Semesta memiliki keunggulan komparatif karena menjadi satu perusahaan yang mengkhususkan diri pada perangkat avionika pesawat terbang dan tempur serta perangkat elektronika kapal-kapal perang dan hal-hal lain terkait.

Salah satu bentuk upaya kemandirian di bidang industri pertahanan--oleh BUMN dan BUMS nasional--adalah merancang dan membangun sistem kesenjataan bersama mitra internasional.

”Salah satu program peningkatan kapasitas industri pertahanan dalam negeri dan pengembangan alutsista secara mandiri adalah Indonesia kerja sama dengan Turki dalam pengembangan tank tempur menengah Harimau sejak 2014," kata Setiadji.

Untuk tank Harimau ini, adalah BUMN bernama PT Pindad yang menjadi penjuru utama, sekaligus industri pelaku yang pada tataran posisi berada di tier 1 industri pertahanan nasional.

Ia mengklaim, tank Harimau merupakan salah satu tank tempur medium terbaru dan terbaik di dunia saat ini, karena dibekali berbagai teknologi modern, dan karena itu tank Harimau mengungguli tank ringan AMX-13 buatan Prancis dan Scorpion buatan Inggris yang masih digunakan TNI AD. Kedua tank yang disebut terakhir itu buatan dasawarsa ’70-an dan ’90-an.

"Bahkan beberapa pengamat menyebut setara dengan kemampuan main battle tank Leopard-2 TNI AD, namun dengan bobot jauh lebih ringan. Tank Harimau bisa melaju hingga kecepatan maksimal 70 kilometer per jam," ujar mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan itu.

Dia menjelaskan, pengembangan tank Harimau memberikan keamanan logistik pertahanan bagi Indonesia. Jika sebelumnya Indonesia menggantungkan kekuatan militer, khususnya segmen tank tempur ke industri luar negeri, di antaranya Prancis, Inggris, dan Jerman, kini secara gradual Indonesia mampu melepaskan diri dari pengaruh tersebut.

"Tank Harimau saat ini telah menggunakan berbagai komponen dalam negeri. Indonesia mampu melepaskan diri dari ketergantungan dan pengaruh negara-negara tersebut," kata dia.

Adapun Marsetio yang juga guru besar di Universitas Pertahanan, menjelaskan masalah keterbatasan anggaran menjadi isu sentral yang tidak pernah tuntas dalam membahas kemandirian pertahanan Indonesia. Menurut dia, kekuatan TNI terus terdegradasi seiring dengan makin tuanya sistem kesenjataan yang dimiliki.
Baca juga: Menhan Prabowo menerima kunjungan Dubes Denmark untuk Indonesia
Baca juga: Indonesia-Inggris sepakati pembaruan MoU kerja sama pertahanan


Ia menyoroti Rencana Strategis Minimum Essential Force (MEF) yang digagas pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan terbagi ke dalam tiga babak waktu, yaitu 2010-2014, 2014-2019, dan 2020-2024, dengan alokasi anggaran yang diperlukan tidak pernah sesuai dengan yang direncanakan.

"Padahal pada Rencana Strategis MEF 2014-2025 anggaran pertahanan diharapkan 1,5 persen dari PDB, 2015-2020 sekitar 1,75 persen dari PDB. Hal ini terjadi karena fokus pembangunan masih diarahkan kepada kesejahteraan sosial. Sampai sekarang anggaran pertahanan setiap tahunnya tidak pernah mencapai 1 persen dari PDB," kata dia pula.

Adapun Connie menyebut, kepentingan nasional bukan kepentingan terpisah di dalam lingkungan internasional maupun nasional suatu negara.

Menurut dia, perang sering terjadi dikarenakan kewajiban negara untuk mempertahankan kepentingan nasional. Apalagi, Indonesia dikelilingi jalur laut yang sibuk dan berfungsi sebagai pintu gerbang maritim bagi arus perdagangan internasional yang vital.

Untuk menjaga kepentingan nasional, tentu saja Indonesia harus didukung dengan kekuatan pertahanan yang mumpuni. Apabila Indonesia tak mampu mengelola risiko kerawanan terhadap posisi strategis tersebut, kata dia, konsekuensinya jelas berdampak signifikan terhadap keamanan, kedaulatan, dan keutuhan negara.

"Karena masa depan akan membawa tantangan yang lebih berat, angkatan perang Republik Indonesia harus dapat memastikan bahwa domain maritim, dirgantara, dan ruang angkasa dengan perluasan kepentingan nasional Indonesia dapat tetap terlindungi," kata dia pula.

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021