Jakarta (ANTARA) - Platform konferensi video asal Amerika Serikat, Zoom, mengumumkan keanggotaannya bergabung dengan organisasi yang terdiri dari para pelaku industri teknologi untuk memerangi terorisme.

Organisasi itu dikenal dengan nama Global Internet Forum to Counter Terrorism (GIFCT) yang berdiri secara independen serta saling berbagi informasi untuk memerangi terorisme dan ekstremisme di situs- situs mereka.

"Adalah tanggung jawab kami untuk mendukung pengguna kami dan melindungi mereka dari ancaman online," kata penasihat umum Zoom Josh Parecki seperti dilansir dari Reuters, Kamis.

Anggota pendiri GIFCT adalah Facebook (saat ini dikenal dengan nama Meta), Microsoft, Twitter dan YouTube Alphabet.

Baca juga: Zoom akuisisi perusahaan berbasis cloud Five9

Baca juga: New York melarang pernikahan lewat Zoom


Keanggotaannya telah meningkat menjadi 18 perusahaan dengan lima platform baru bergabung di 2021 termasuk perusahaan persewaan rumah Airbnb, platform media sosial Tumblr dan platform penerbitan online WordPress.

GIFCT akan lebih masif beroperasi dan menjaring anggota baru di 2022.

Latar belakang berdirinya GIFCT untuk menjawab kritik global yang memberikan penilaian buruk terhadap perusahaan teknologi karena tak bisa membendung aktivitas ekstremis di platform mereka.

Akhirnya pada 2017 GIFCT terbentuk setelah rangkaian tekanan dari berbagai pemerintah di AS dan Eropa menyusul serangan mematikan dari teroris di Paris dan Brussels.

Dengan adanya organisasi itu, para anggotanya dapat berbagi hash untuk pengelolaan database mereka.

Hash memungkinkan untuk menghapus data terkait konten yang dinilai mendukung ekstremisme hingga terorisme yang ada di layanan platform perusahaan teknologi.

Hash dapat digunakan oleh perusahaan teknologi lainnya dan bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan menangani masalah yang sama di situs mereka.

Zoom yang menjadi anggota baru GIFCT, mulai dikenal publik pada 2019 bersamaan dengan pandemi global.

Bersamaan dengan masifnya penggunaan Zoom secara global, muncul juga masalah teror yang dikenal dengan sebutan zoomboombing.

Teror tersebut dilakukan oleh pengguna yang tidak diundang dalam sebuah panggilan konferensi dan merusak panggilan tersebut.

Mereka menyebarkan ujaran kebencian dan konten rasis, kekerasan atau pornografi.

Sebagai contoh insiden sebuah acara virtual yang harus dibatalkan karena tiba- tiba muncul Leila Khaled yang teridentifikasi sebagai anggota kelompok teroris yang menjadi incaran AS dan Global.

"Dengan berkolaborasi dengan para pemimpin lain di seluruh industri, berbagi pembelajaran utama dan memajukan penelitian, kami bercita-cita untuk menjadikan dunia digital tempat yang lebih aman bagi semua orang," ujar Josh.


Baca juga: Presdir Better.com minta maaf setelah pecat 900 karyawannya lewat Zoom

Baca juga: Telkomsel - Zoom berkolaborasi hadirkan komunikasi virtual terjangkau

Baca juga: Zoom bayar denda 85 juta dolar gara-gara Zoombombing
 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021