Setelah sawit apa lagi yang harus didorong supaya bisa sehebat sawit. Apakah karet, kakao, kopi, kelapa
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian meminta semua pemangku kepentingan menyusun peta jalan pengembangan komoditas perkebunan, sehingga bisa menyamai kelapa sawit.

Plt Dirjen Perkebunan Ali Jamil menyatakan perkebunan merupakan penyumbang utama devisa sektor pertanian yang mana pada 2020 ekspor pertanian mencapai Rp451,8 triliun. Penyumbang terbesar adalah subsektor perkebunan yaitu 94 persen dengan kontribusi terbesar komoditas kelapa sawit.

"Sebagai orang perkebunan kita bangga dengan capaian ini. Tidak ada yang tidak bangga dengan ekspor perkebunan. Tetapi, di sisi lain harus berpikir keras lagi, setelah sawit apa lagi yang harus didorong supaya bisa sehebat sawit. Apakah karet, kakao, kopi, kelapa," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Pada peringatan Hari Perkebunan 2021 dengan tema "Pemulihan Ekonomi Perkebunan Pasca Pandemi" di Jakarta, Jumat (17/12/2021), Ali mengatakan sawit bisa seperti sekarang bukan serta merta karena sudah dikembangkan secara komersial sejak 1910 atau sudah 111 tahun.

Menurut dia, salah satu faktor sawit menjadi besar adalah banyak perusahaan besar yang terlibat, sedang di komoditas lain relatif tidak ada atau sedikit. Kalaupun ada yang besar tidak sebesar sawit, sedang pembiayaan APBN jelas sangat tidak cukup untuk pengembangan komoditas perkebunan nonsawit.

Komoditas perkebunan lain perlu didorong, tambahnya, hal itu tidak bisa diserahkan begitu saja pada Kementerian Pertanian, namun perlu pemikiran dan masukan serta aksi dari komponen masyarakat lain.

Dikatakannya, pemerintah sudah mempunyai program kredit usaha rakyat (KUR) untuk membiayai pertanian, dari alokasi Rp70 triliun tahun ini realisasi Rp83 triliun yang mana perkebunan memperoleh Rp30 triliun.

"Saya minta semua stakeholder untuk ikut serta supaya KUR ini semakin banyak diserap untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas kopi, kakao, kelapa masih menjadi tantangan untuk ditingkatkan," kata mantan Kepala Badan Karantina Pertanian itu.

Adanya program peremajaan sawit rakyat dengan dana BPDPKS memberi kemudahan petani untuk meremajakan kebunnya, lanjutnya, tetapi bukan sawit saja yang perlu peremajaan, kelapa, kopi, kakao, karet juga perlu peremajaan.

Pada kesempatan tersebut, Ali menyerahkan penghargaan kepada produsen dan penangkar benih salah satunya adalah Pusat Penelitian Kelapa Sawit(PPKS) sebagai Produsen Benih Terbaik dan Pro Rakyat yang diterima oleh Kepala PPKS Edwin Syahputra Lubis.

Sementara itu, mantan Dirjen Perkebunan Gamal Nasir menyatakan pandemi COVID-19 membawa dampak dunia masuk dalam ketidakpastian, di sektor perkebunan pasokan pupuk dunia berkurang karena negara produsen bahan baku mengurangi ekspor, akibatnya harga pupuk global naik.

Di Indonesia, tambahnya, petani kelapa sawit paling merasakan dampaknya dan paling kencang berteriak, sehingga mereka harus disiapkan menghadapi situasi ini.

"Saat ini yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi di hulu dan meningkatkan hilirisasi. Seperti kata Wapres jangan selalu menjadi eksportir bahan mentah," kata Gamal, yang kini Pemimpin Umum Media Perkebunan itu.

Baca juga: Pelaku perkebunan komitmen terapkan praktik sawit berkelanjutan
Baca juga: Mentan dukung pelaku usaha perkebunan Jambi kembangkan komoditi baru
Baca juga: Menko Perekonomian minta kemitraan kelapa sawit diperkuat

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021