jika bertambah di atas 5 persen menjadi sumber ledakan kasus baru
Jakarta (ANTARA) - Dihantam dua kali gelombang pandemi COVID-19 pada kurun Januari dan Juli 2021 menandai liku jalan sektor kesehatan di Indonesia dalam setahun terakhir.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan sebanyak 24.932 kasus terkonfirmasi positif menandai kemunculan gelombang pertama selama 13 pekan berturut dimulai 27 Oktober hingga 2 November 2020. Kasusnya memuncak pada 19-25 Januari 2021 mencapai 89.052 kasus terkonfirmasi positif. Sebanyak 3.287 pasien di antaranya dilaporkan meninggal dunia.

Intervensi kebijakan pemerintah diterapkan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat pada 14 September hingga 11 Oktober 2020 dan dilanjutkan PSBB transisi pada 12 Oktober hingga 10 Januari 2021.

Kapasitas rumah sakit pada saat itu hanya berjumlah 45 ribu unit tempat tidur perawatan untuk pasien rujukan se-Indonesia. Sebanyak 2.700 unit lainnya tersedia di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Jakarta.

Kapasitas laboratorium dan pemeriksaan sampel genom tersedia di 223 laboratorium dengan pemeriksaan 70 persen dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Bulan Mei-Juli 2021 terjadi kemunculan gelombang kedua dengan jumlah korban yang lebih masif. Dalam sembilan pekan, kasus mingguan melonjak hingga tujuh kali lipat dari pekan sebelumnya. 35.470 kasus terjadi pada 11-17 Mei dan 253.600 kasus terjadi pada 6-12 Juli.

Gelombang kedua memicu jumlah korban yang lebih banyak sebab diiringi penyebaran varian Delta (B.1.617.2) yang dibawa pekerja migran dari India. Varian itu diyakini para pakar lebih ganas dari varian pendahulunya.

Dalam kurun 14 hari itu, jumlah kumulatif kematian akibat SARS-CoV-2 menjadi yang terbanyak selama pandemi melanda Indonesia mencapai 20.360 orang. Dalam kurun waktu yang sama, kasus kematian sempat mencatat rekor baru selama tiga hari berturut-turut.

Bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah berupa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro hingga tahap XII terhitung sejak Februari 2021. Berlanjut dengan PPKM darurat 3-20 Juli 2021.

Jumlah pasien yang meningkat pesat dalam kurun dua pekan secara berturut memicu fasilitas pelayanan kesehatan melampaui kapasitas yang tersedia.

Kementerian Kesehatan pun menambah kapasitas tempat tidur rumah sakit dari semula 45 ribu tempat tidur di rumah sakit rujukan menjadi 120 ribu unit tempat tidur. Pun dengan kapasitas tampung di RSDC Wisma Atlet dari semula 2.700 unit menjadi 7.930 unit tempat tidur.

Upaya pelacakan kasus dilakukan lebih agresif dengan menambah laboratorium pemeriksaan genom sekuensing dari semula 223 laboratorium menjadi 742 laboratorium dengan laju pemeriksaan 300 persen melebihi standar WHO.

Pemerintah juga membuka rumah sakit lapangan sebanyak 2.922 tempat tidur di 12 RS di Jawa dan Bali serta menambah tempat isolasi terpusat sebanyak 20.127 tempat tidur yang tersebar di Jawa dan Bali berikut tenaga kesehatan.

Baca juga: Antibodi AZD7442 diklaim bisa cegah Omicron

Baca juga: "Booster" vaksin Moderna dikatakan efektif lawan Omicron


Kebijakan dinamis

Belajar dari dua kali gelombang pandemi COVID-19, pemerintah bersikap lebih hati-hati menjalankan kebijakan PPKM, terutama menghadapi Natal dan tahun baru dalam waktu dekat.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengemukakan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 bersifat dinamis disesuaikan dinamika pandemi di tengah masyarakat.

"Di masa pandemi yang sedang kita alami ini, kebijakan yang dikeluarkan selalu bersifat dinamis, disesuaikan dengan dinamika kasus, kesiapan laboratorium pendukung, dan kesiapan operator jasa transportasi," kata Wiku, Kamis (28/10).

Sifat virus Corona yang cepat bermutasi menuntut kebijakan dalam pengendalian pandemi juga harus serupa dan adaptif. Kebijakan 'gas dan rem' pun perlu diterapkan selama penanganan pandemi agar sektor kesehatan dan ekonomi berjalan seimbang.

Salah satunya pengetatan dan pelonggaran mobilitas masyarakat yang perlu dilakukan paling lama sepekan dengan merujuk kepada data kasus terkini. Hasilnya, pemerintah membagi situasi pandemi di daerah berdasarkan klasifikasi level sebagai pengganti PPKM darurat.

Level 1 (insiden rendah) adalah daerah dengan angka kasus konfirmasi positif COVID-19 kurang dari 20 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Rawat inap di rumah sakit kurang dari lima orang per 100 ribu penduduk. Kemudian, angka kematian kurang dari satu orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 2 (insiden sedang) angka kasus konfirmasi positif COVID-19 antara 20 dan kurang dari 50 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Rawat inap di rumah sakit antara lima dan kurang dari 10 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat COVID-19 kurang dari dua orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 3 (insiden tinggi) angka kasus konfirmasi positif COVID-19 antara 50-100 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Rawat inap di rumah sakit 10-30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat COVID-19 kurang dari dua orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Level 4 (Insiden sangat tinggi) angka kasus konfirmasi positif COVID-19 lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu per minggu. Angka kematian akibat COVID-19 lebih dari lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Memasuki pekan ketiga September, kasus harian tercatat turun di bawah 5.000 kasus per hari. Tingkat kasus positif juga turun ke 5 persen, bahkan per 23 September 2021 tingkat kasus positif di Indonesia berada di 1,8 persen dan menjadi yang terendah kedua di Asia Tenggara.

Tingkat okupansi kamar tidur rumah sakit juga menurun di bawah 30 persen sejak September. Semua indikator menunjukkan adanya perbaikan. Bahkan wilayah berpopulasi padat seperti Jawa-Bali telah berstatus level 1.

Tren positif itu tidak lepas dari peran vaksinasi yang menempatkan Indonesia sebagai satu dari lima negara dengan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap yang tertinggi di dunia. Dengan jumlah penerima vaksin sebesar 106 juta orang, posisi Indonesia berada di belakang China, India, Amerika Serikat, dan Brasil.

Meski begitu, pemerintah terus menggenjot percepatan vaksinasi hingga mencapai 100 persen, khususnya untuk kelompok lansia yang saat ini baru mencakup 38,1 persen dari target 21,5 juta penerima vaksin. Artinya, sekitar enam dari sepuluh lansia di Indonesia masih belum menerima vaksin dosis lengkap.

Baca juga: Wall St jatuh karena kekhawatiran Omicron, indeks Dow anjlok 433 poin

Baca juga: Rupiah menguat dibayangi meningkatnya kekhawatiran terhadap Omicron


Pandemi belum usai

Kamis (16/12), Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengumumkan varian terbaru jenis Omicron telah masuk di Indonesia sebagai kasus impor dari pelaku perjalanan internasional.

Kasus Omicron pertama terdeteksi di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Seorang petugas kebersihan terinfeksi Omicron pada 8 Desember 2021. Ia terinfeksi dari pelaku perjalanan luar negeri warga negara Indonesia (WNI) yang datang pada tanggal 27 November 2021 dari Nigeria.

Budi memastikan bahwa kasus Omicron impor tersebut sudah dikarantina dan hingga saat ini belum ada yang menyebar keluar lingkungan Wisma Atlet.

Oleh karena itu, pemerintah memperketat pintu kedatangan luar negeri dan karantina. Tujuannya agar kasus COVID-19 dengan varian Omicron yang datang dari Nigeria, Inggris, dan Amerika Serikat tetap dijaga.

Untuk itu masyarakat diimbau tidak bersikap jumawa meski kasus COVID-19 di Indonesia sudah melandai selama lebih dari 150 hari di Indonesia. Pengendalian pandemi bisa dikatakan berhasil saat kasus mampu ditekan hingga di bawah 5 persen.

"Namun, jika kasus bertambah di atas 5 persen akan menjadi sumber ledakan kasus baru COVID-19," kata Budi.

Pemerintah hingga saat ini telah mengamati ada kesamaan pola yang memicu rangkaian gelombang COVID-19 di Tanah Air, yakni mobilitas penduduk yang berlangsung pada libur panjang. Gelombang pertama dipicu libur Natal dan Tahun Baru, sedangkan gelombang kedua dipicu mobilitas libur Lebaran.

Kalangan pakar telah memastikan bahwa euforia di kalangan masyarakat saat kasus COVID-19 sedang menurun akan selalu diikuti dengan peningkatan angka terkonfirmasi positif di Tanah Air.

Kehadiran Omicron di Indonesia adalah alarm kepada masyarakat bahwa gelombang lanjutan pandemi masih sangat mungkin terjadi. Pekerjaan rumah (PR) menghadapi pandemi belumlah usai. Mari kita patuh pada protokol kesehatan yang dianjurkan pakar serta segera mungkin divaksin sebagai modal sosial kita demi saling melindungi sesama.

Baca juga: Hoaks! Ilmuwan Pfizer sarankan vaksin mingguan cegah karantina akibat Omicron

Baca juga: Ratu Elizabeth batalkan perayaan Natalnya karena kekhawatiran COVID-19

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021