Saya berharap pertemuan Sarasehan Otnas hari ini bisa menjadi media reguler untuk semakin meningkatkan koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam upaya mengawal pengelolaan bahan kimia yang memenuhi kaidah kesehatan, keselamatan, dan keamanan sert
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian menggelar Sarasehan Otoritas Nasional Senjata Kimia (OTNAS) Republik Indonesia selama setengah hari dan dihadiri terbatas untuk 30 peserta undangan dari anggota OTNAS dari 11 instansi pemerintah, Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI), Responsible Care Indonesia(RCI), asosiasi industri kimia, serta pelaku usaha industri kimia.

"Saya berharap pertemuan Sarasehan OTNAS hari ini bisa menjadi media reguler untuk semakin meningkatkan koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam upaya mengawal pengelolaan bahan kimia yang memenuhi kaidah kesehatan, keselamatan, dan keamanan serta pelestarian lingkungan," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita secara virtual, Selasa.

Menperin memaparkan, sektor industri yang selalu menjadi motor penggerak utama ekonomi pada sebuah negara akan selalu mendapatkan sorotan yang tajam.

Kuat lemahnya ekonomi sebuah negara sangat bergantung pada kinerja industrinya. Dari sekian banyak jenis industri manufaktur yang ada, industri kimia menjadi salah satu faktor utama yang pengungkit kinerja operasional dari tingkat hulu.

"Sebuah tatanan struktur industri yang tangguh sangat ditentukan oleh kekuatan industri kimia yang dimiliki. Hal ini menjadi lazim, karena industri kimia berperan sebagai pemasok utama bahan baku pada industri antara dan hilir," ujar Agus.

Baca juga: Bangun ekosistem halal, Kemenperin ciptakan wirausaha di pesantren

Luasnya pemanfaatan bahan kimia di dunia industri turut berkontribusi dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Namun, lanjut Agus, hal tersebut juga diiringi dengan konsekuensi yang cukup besar. Bahan kimia merupakan dual use item, yang selain bermanfaat juga dapat disalahgunakan.

Selain itu, pengelolaan bahan kimia yang tidak tepat juga mengakibatkan meningkatnya potensi insiden keadaan darurat bahan kimia.

"Fakta inilah yang membuat dunia terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran pengelolaan bahan kimia yang baik dan benar melalui pembentukan konvensi seperti; Konvensi Stockholm, Konvensi Rotterdam, Konvensi Minamata, Protokol Kyoto, Protokol Montreal, Konvensi Senjata Kimia, dan kesepakatan global yang paling baru yaitu Konvensi Perubahan Iklim," ujar Menperin.

Konvensi Senjata Kimia (KSK) merupakan salah satu konvensi yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas industri di seluruh belahan bumi.

Konvensi itu melarang dan membatasi penggunaan bahan-bahan kimia tertentu yang rawan disalahgunakan menjadi senjata kimia hingga senjata pemusnah massal.

Baca juga: Menperin sebut ekspor produk elektronik rumah tangga naik 98 persen

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Senjata Kimia pada 30 September 1998 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 dan mengimplementasikannya secara domestik melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 9/2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia & Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.

"Regulasi ini sangat esensial untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi industri kimia legitimate dalam memanfaatkan berbagai jenis bahan kimia yang masuk dalam daftar KSK," kata Agus.

UU itu juga menjadi dasar utama pemerintah membentuk lembaga ex-officio Otoritas Nasional Senjata Kimia (OTNAS). OTNAS yang dikukuhkan dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 19/2017 ini berperan sebagai pengemban amanat penerapan KSK di Indonesia.

"Dengan peraturan itu, Indonesia memiliki kerangka hukum serta modalitas yang lebih kuat untuk menjadi lebih aktif dalam penegakan KSK yang turut mewujudkan perdamaian dunia," kata Menperin.

Menurut Menperin, penanganan dan pengelolaan bahan kimia di tanah air merupakan sebuah tanggung jawab yang besar dan memerlukan keterlibatan lintas sektor pemerintahan.

Hal itu dinilai tidak berlebihan, mengingat nilai perdagangan internasional bahan kimia tercatat sangat tinggi mencapai lebih dari 30 miliar dolar AS dengan ekspor sebesar 12,49 miliar dolar AS dan impor sebesar 18,25 miliar dolar AS.

"Meski kita masih dalam kondisi perekonomian yang belum stabil sebagai dampak dari wabah covid-19, kita patut bersyukur karena pertumbuhan ekonomi nasional telah mengalami peningkatan sebesar 3,51 persen pada triwulan III Tahun 2021," ungkap Menperin.

Hal itu juga diikuti oleh utilisasi industri pengolahan nonmigas yang meningkat hingga pada level 61,3 persen. Realisasi investasi pada kuartal II Tahun 2021 mencatatkan kinerja yang sangat baik dengan realisasi investasi langsung mencapai Rp 223 triliun.

Elemen-elemen statistik tersebut menunjukkan bukti bahwa Indonesia tetap memiliki daya tarik investasi yang ditopang oleh besarnya pasar, melimpahnya sumber daya, serta kuatnya penerapan kebijakan pemerintah.

"Kami menilai bahwa besarnya muatan isu bahan kimia di sektor industri selayaknya membuat kita semakin sadar tentang arti pentingnya pengelolaan bahan kimia. Kiranya keberadaan OTNAS ini perlu terus mendapatkan dukungan dari seluruh anggota dan pelaku industri serta masyarakat umum," pungkas Menperin.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021