Penyu itu telurnya halal, penyunya haram. Artinya, umatnya (NU) diambil tapi pemimpinnya tidak diberi kesempatan, sehingga terjadilah ketidakpuasan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengenang Nahdlatul Ulama (NU) pernah mendapat istilah sebagai hewan bulus atau penyu ketika berada di posisi ingin lepas sebagai pendukung fusi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) karena situasi yang tidak menguntungkan.

"Pada 1984, ketika situasi politik tidak menguntungkan ada di PPP waktu itu, NU keluar dari PPP secara kelembagaan, secara organisasi. Pada posisi ketika itu, saya (sebagai) pelaku ya ini, itu NU tidak kemana-mana, tidak dimana-mana, tidak mendapat apa-apa. Sehingga lahir istilah ‘NU seperti bulus’," kata Wapres di Lampung, Rabu.

Istilah NU yang diibaratkan seperti bulus atau penyu tersebut, tambah Wapres, memiliki arti bahwa umat Nahdliyin menjadi partisan PPP, namun pemimpin NU tidak mendapatkan imbalan.

"Penyu itu telurnya halal, penyunya haram. Artinya, umatnya (NU) diambil tapi pemimpinnya tidak diberi kesempatan, sehingga terjadilah ketidakpuasan," tambahnya.

Baca juga: Ma'ruf Amin: Jiwa keagamaan melemah pada sistem politik Indonesia

Baca juga: Wapres: Penyaluran aspirasi politik ke parpol tak langgar khitah NU


Wapres melanjutkan saat itu NU memutuskan untuk kembali ke garis besar perjuangan atau khitah untuk memperkuat dakwah dan pendidikan Islam di kalangan Nahdliyin.

"Memang pernah terjadi orang NU terlalu politic-minded, sehingga masalah-masalah dakwahnya kurang, sehingga dakwah harus diperkuat. Masa itu, orang NU berpikirnya semua politik saja, pendidikan kurang terurus, dakwah kurang terurus," tuturnya.

Wapres juga menceritakan saat reformasi pada Mei 1998, pascaturunnya Presiden Soeharto dari jabatannya, NU pernah menemui Jenderal TNI Wiranto yang menjabat sebagai Panglima TNI saat itu. NU menyampaikan usulannya kepada Wiranto untuk menyusun kabinet pascareformasi.

"Tapi ternyata waktu Pak BJ Habibie menyusun sendiri, tapi NU tidak diajak. Saya tidak tahu apakah Wiranto tidak menyampaikan atau Habibie tidak merespon. Saya katakan, kalau begini caranya, ya sudah kita masing-masing," ujarnya.

Akibatnya, NU kemudian menggelar pertemuan dan menyepakati untuk membuat partai yang bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dimana Ma’ruf Amin menjadi Ketua Dewan Syuro yang pertama.

"Oleh karena itu, NU bikin partai, kami adakan pertemuan dan disepakati bahwa kami akan membuat partai, karena kami tidak diperhitungkan, tidak dilirik, tidak dianggap; lahirlah kemudian PKB ini," ujar Ma’ruf Amin.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021