Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat akan memimpin delegasi pemerintah Republik Indonesia ke Jeddah, Arab Saudi, 27-30 Mei dalam pertemuan pejabat tinggi dengan pemerintah negara tersebut.

Agenda utama lawatan itu adalah membahas persoalan penempatan dan perlindungan TKI di negara "petrodollar" itu mengingat Arab Saudi merupakan negara tujuan yang paling banyak setelah Malaysia dalam mempekerjakan TKI.

Jumhur menyebutkan, jumlah TKI di Arab Saudi saat ini mencapai sekitar 1,5 juta orang dan 90 persen dari mereka bekerja pada sektor informal sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) atau sopir pribadi yang bekerja pada pengguna (majikan) perorangan.

TKI sektor informal seperti PLRT rentan dalam perlindungan karena belum ada ketentuan perundang-undangan di negara penempatan yang mengaturnya sehingga tak jarang terungkap berbagai kasus kekerasan atau hak yang terhempaskan dialami oleh para TKI.

Belum lagi pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan pribadi dan lari dari tanggung jawab dari proses penempatan TKI PLRT ke Arab Saudi seperti mafia TKI atau TKI yang lari dari pengguna (majikan) sehingga terkatung-katung hingga batas izin tinggalnya habis sehingga mereka menjadi "overstayers".

Masih lekat dalam ingatan soal pemulangan 2.073 WNI/TKI "overstayers" dari Jeddah melalui enam tahap sejak 14 Februari hingga 19 Maret lalu dengan pesawat Garuda.

Kemudian pada tahap ketujuh, dipulangkan lagi 2.349 WNI/TKI "overstayers" dari Jeddah dengan kapal Labobar yang tiba di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta pada 4 Mei lalu setelah berlayar dari Pelabuhan Jeddah pada Jumat (22/4) malam waktu setempat atau Sabtu (23/4) WIB.

Pemulangan TKI/WNI "overstayers" besar-besaran dalam jumlah ribuan dan baru pertama kali terjadi dalam sejarah Republik Indonesia itu menandai bahwa permasalahan TKI di Arab Saudi membutuhkan perbaikan segera dalam penanganannya.

Pemerintah kerajaan Arab Saudi pun melarang WNI/TKI "overstayers" yang telah dipulangkan untuk berangkat kembali ke negeri itu selama lima tahun.

Sekitar dua bulan terakhir tidak ada penempatan TKI PLRT ke Arab Saudi, semata-mata untuk memperbaiki dan mencari solusi terbaik atas persoalan itu.

"Untuk evaluasi agar tak ada lagi TKI bermasalah," kata Jumhur menjawab wartawan saat menyambut kedatangan ribuan WNI/TKI di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta, Rabu (4/5) lalu.

Jumhur menegaskan, pemerintah memperketat proses perekrutan dan penempatan TKI ke luar negeri agar mereka yang akan bekerja di luar negeri benar-benar berkualitas dan memiliki keterampilan dan keahlian.

Pemerintah juga mewajibkan setiap TKI yang akan berangkat ke luar negeri mempunyai kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN).

"Bagi yang belum memiliki KTKLN jangan berangkat," kata Jumhur pada pelatihan yang diselenggarakan "International Organization for Migration" (IOM) di Jakarta, Rabu (18/5) lalu.

Kepala BNP2TKI menyatakan kewajiban memiliki KTKLN merupakan amanat dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

"KTKLN merupakan identitas TKI, KTKLN merupakan `smart card` karena tersimpan semua data-data TKI," katanya.

Jumhur menambahkan KTKLN diberikan secara gratis kepada calon TKI yang telah siap berangkat ke luar negeri untuk bekerja setelah mengikuti pelatihan minimal 200 jam dan menjalani proses administrasi secara prosedural.

Jumhur menegaskan pemerintah ingin para TKI bekerja dengan menempuh cara-cara prosedural karena sangat penting agar hak-hak mereka tetap aman dan terlindungi serta nyaman selama bekerja.

"BNP2TKI terus melakukan sosialisasi ke kantong-kantong TKI di berbagai wilayah untuk membangun kesadaran bekerja secara prosedural," katanya.

Dengan kata lain, pemerintah ingin menunjukkan bahwa perbaikan calon TKI dalam proses perekrutan hingga pembekalan akhir sebelum pemberangkatan telah berjalan.

Namun upaya perbaikan itu tak berarti apa-apa bila pihak dari negara penempatan pun tidak melakukan perbaikan dalam melindungi TKI

Arab Saudi sebagai negara tujuan penempatan TKI, katanya, harus bisa melindungi TKI secara lebih baik dan bila tidak ada perbaikan, sangat terbuka untuk menjalankan opsi moratorium (penempatan) TKI ke Arab Saudi sebagaimana yang telah terjadi dengan Malaysia sejak Juni 2009.


Tak jual TKI



Jumhur Hidayat menyatakan pemerintah sama sekali tidak menjual TKI ke luar negeri.

"Boleh saja butuh uang, materi, tetapi harga diri dan martabat bangsa di atas segalanya," kata Jumhur saat membuka Ekspo TKI Purna di Pasar Rintisan TKI Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Lampung, Sabtu (14/5) lalu.

Ia menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan perbaikan penempatan TKI untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

Di dalam negeri, katanya, pemerintah telah memperbaiki pelatihan prapenempatan bagi calon TKI minimal 200 jam dan perbaikan prosedur administrasi di mana setiap calon TKI mesti terdaftar dalam jaringan (online) dan sesuai rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan kepala daerah.

Pemerintah juga mengevaluasi negara tujuan penempatan TKI apakah bisa melindungi dengan baik atau tidak.

"Kalau satu negara tidak bisa memberi perlindungan pada TKI, masih banyak negara lain yang bersedia menerima TKI secara baik," katanya.

Ia menegaskan kalau tidak ada perbaikan maka pemerintah sangat terbuka untuk memberlakukan moratorium atau menghentikan sementara penempatan TKI ke suatu negara.

"Bila perbaikan tak juga ada maka perlu moratorium permanen," katanya.

"Harga diri dan martabat bangsa tak bisa dijual dalam urusan TKI," katanya menambahkan.

Sejauh ini pemerintah memberlakukan moratorium penempatan TKI ke Malaysia, Kuwait, dan Yordania.

Selain itu pemerintah sedang mengevaluasi kemungkinan memberlakukan moratorium penempatan TKI ke Arab Saudi.

Untuk itu, SOM soal TKI antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi memiliki makna sangat penting dan penyelenggaraan SOM itu merupakan respons positif dari pemerintah Arab Saudi.

"Ini merupakan respons positif pemerintah Arab Saudi untuk duduk bersama pemerintah Indonesia untuk merundingkan persoalan TKI sekaligus menunjukkan komitmen tinggi Arab Saudi guna mengupayakan kesepakatan pembenahan penempatan dan perlindungan TKI yang ada di negara itu," kata Jumhur di Jakarta, Rabu (25/5).

Turut dalam rombongan Kepala BNP2TKI antara lain Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Lutfi Rauf, Pelaksana Tugas Dirjen Binapenta Kemenakertrans Reyna Usman, Deputi Kepala BNP2TKI Bidang Penempatan Ade Adam Noch, dan Deputi Kepala BNP2TKI Bidang Perlindungan Lisna Yoeliani Poeloengan, dan sejumlah ejabat eselon II dari ketiga instansi tersebut.

Menurut Jumhur, lawatan itu merupakan penugasan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.

"Jadi, saya dan anggota tim delegasi hadir dengan tugas utama menghasilkan berbagai kesepakatan perbaikan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi, yang harus dicapai oleh pihak Indonesia dan Arab Saudi," kata Jumhur.

Pada pertemuan tersebut delegasi pemerintah Arab Saudi akan dipimpin Menteri Tenaga Kerja Adel Mohammad Fakeih dan melibatkan sejumlah pejabat tinggi negeri itu.

Jumhur mengatakan forum SOM dengan agenda utama TKI itu sudah lama ditunggu oleh pemerintah Indonesia mengingat keinginan yang besar melakukan pembenahan dalam pelayanan penempatan dan perlindungan TKI dengan menggandeng peran pemerintah Arab Saudi.

Pembahasan materi permasalahan TKI dalam forum SOM di Jeddah akan diarahkan pada tercapainya kerja sama perlindungan TKI yang bermartabat bagi kedua negara, selain membangun kesamaan pandangan mengenai perlunya penempatan TKI berkualitas ke Arab Saudi.

Hasil kesepakatan SOM terkait perbaikan penempatan dan perlindungan TKI merupakan dasar ke arah terciptanya model pelayanan TKI yang tidak saja dapat melindungi pekerjaan TKI di Arab Saudi namun juga memberi harapan adanya harmoni kedua negara dalam menyelesaikan berbagai permasalahan TKI.

"Dengan demikian, hasil kesepakatan yang baik untuk TKI otomatis sebagai pijakan dalam segala usaha melindungi dan memberdayakan keberadaan TKI, khususnya di Arab Saudi," kata Jumhur.

Komisi IX DPR yang membidangi masalah ketenagakerjaan, menyambut baik pelaksanaan pertemuan pejabat tinggi (SOM) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Arab Saudi itu.

"Kami berharap pertemuan itu bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan berbagai pihak terutama TKI," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz di Jakarta, Rabu (25/5).

Irgan yang juga Koordinator "Tim Khusus DPR Untuk Permasalahan TKI Di Arab Saudi" dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan mengatakan hasil dari pertemuan pejabat tinggi (Senior Officials Meeting) antara Pemerintah RI dan Arab Saudi tentang permasalahan TKI kelak agar masalah perlindungan TKI semakin diperhatikan.

Kini saatnya menegosiasikan kembali masalah TKI dengan Arab Saudi.(*)
(T.B009/Z002)

Oleh Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011