Artinya semua tergantung dari lingkungan yang memberikan pengaruh
Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (BPNU) Pusat K.H. Umaruddin Masdar mendorong kesadaran toleransi antarumat beragama tumbuh di tengah masyarakat guna menjaga kerukunan dan semangat toleransi.

"Justru yang paling penting itu adalah tumbuhnya kesadaran toleransi di tengah masyarakat, kesadaran menjalankan inti syariat," kata dia dalam acara Diskusi dan Deklarasi Tokoh Lintas Agama Ajak Jaga Semangat Toleransi di Yogyakarta, Kamis.

Dia mengatakan salah satu contoh tumbuhnya kesadaran toleransi atau kerukunan di masyarakat seperti di Kabupaten Bantul, DIY yaitu adanya satu desa yang dicanangkan sebagai Desa Sadar Kerukunan, sehingga harapannya kegiatan yang menjaga semangat toleransi terus disosialisasikan.

"Harapannya media juga memberitakan mem-'blow up' kegiatan di masyarakat yang menceritakan tentang kerukunan. Dan kami di DIY sedang menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, guna melawan paham radikal dan intoleran," jelasnya.

Dia juga berharap, munculnya kesadaran kerukunan dengan baik di tengah masyarakat tanpa harus terus-menerus diinisiasi oleh pemerintah, kemudian pemerintah juga harus merespons karena pada akhirnya ketika terjadi pelanggaran, pemerintah bisa memberikan sanksi.

Kepala Pusat Kajian Demokrasi dan HAM Universitas Sanata Dharma Baskara T. Wardaya mengatakan dalam berbagai peristiwa beberapa tahun lalu, kejadian intoleransi pernah terjadi di DIY, tetapi kalau dilihat secara menyeluruh, pelakunya mayoritas dari orang luar provinsi ini.

"Entah itu orang dari luar atau belum lama tinggal di DIY. Kalau warga Yogya (Yogyakarta) yang sudah lama tinggal di sini dia sudah terbiasa dengan toleransi," katanya.

Baca juga: Majelis Hukama Al Muslimin temui Wapres belajar tentang toleransi

Dia mengatakan tindakan intoleransi lebih banyak terjadi di masyarakat wilayah perkotaan karena perpindahan penduduk secara masif dan sulit terpantau. Berbeda dengan di desa, yang mobilitas pendatang bisa dipantau, serta aktivitas masyarakat dengan mudah dipantau.

"Selain itu akhir-akhir ini marak terjadinya politik identitas yang juga perlu diantisipasi agar tidak memecah belah kerukunan," katanya.

Ketua DPD Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Kabupaten Sleman Soelistijono mengatakan campur tangan pemerintah serta lembaga negara penting dalam mencegah terjadinya intoleransi, terutama dalam melakukan tindak lanjut hukuman terhadap pelaku intoleran.

"Bukan berarti menyalahkan pemerintah, tetapi karena memang pemerintah yang memiliki 'power' dengan berbagai regulasi. Kalau kami dari forum umat beragama hanya bisa mengimbau mengajak kepada umat," katanya.

Penasihat Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sleman Anak Agung Alit Merthayasa mengatakan toleransi dan keberagaman sebenarnya tidak perlu diperdebatkan, karena hal yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan tidak terjadi kalau tak ada pemantiknya.

"Kami di sini minoritas, begitu pula Islam di Bali juga minoritas, tetapi tidak terusik dengan isu intoleransi. Artinya semua tergantung dari lingkungan yang memberikan pengaruh," katanya.

Dalam kesempatan itu, para tokoh lintas agama melakukan Deklarasi Damai mengajak masyarakat menjaga semangat toleransi dan mendukung upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran COVID-19 varian Omicron menghadapi Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.

Baca juga: Menag: Tanpa toleransi tidak ada kerukunan
Baca juga: Menag ajak peringati hari toleransi lewat kolaborasi antarsesama
Baca juga: Pandemi waktu tepat untuk intropeksi diri bertoleransi

Pewarta: Hery Sidik
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021