Temuan tertinggi adalah pangan kedaluwarsa dan ini pun ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di wilayah Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengintensifkan pengawasan pangan olahan menjelang Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 di seluruh Indonesia dan sementara ini ada 41.306 temuan produk tidak memenuhi ketentuan.

Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat mengatakan intensifikasi itu dilakukan sebagai pelengkap pengawasan rutin mengantisipasi potensi peredaran pangan olahan tidak memenuhi ketentuan (TMK).

Pelaksanaannya sendiri dilakukan dalam lima tahap dalam periode 1 Desember 2021 sampai 7 Januari 2022 dan menargetkan sarana peredaran seperti importir, distributor pangan, grosir dan sarana ritel pangan, dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Baca juga: BBPOM temukan produk pangan tidak layak diperjualbelikan di Bantul

Penny mengatakan telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.975 sarana peredaran yang menemukan 32 persen di antaranya atau 631 sarana tidak memenuhi ketentuan atau memiliki produk TMK, seperti produk yang tidak memiliki izin edar, kedaluwarsa atau rusak.

Total ditemukan 41.306 buah produk TMK dengan rincian 53 persen di antaranya kedaluwarsa, 31,3 persen tanpa izin edar dan 15,7 persen rusak.

"Temuan tertinggi adalah pangan kedaluwarsa dan ini pun ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di wilayah Indonesia," jelas Penny.

Baca juga: Produk ilegal senilai Rp2,7 miliar dimusnahkan BBPOM Medan

Baca juga: BBPOM Bandarlampung gelar patroli siber awasi obat dan makanan


Temuan kedaluwarsa jumlah besar ditemukan di wilayah 13 UPT dengan lima daerah paling banyak temuan dilakukan oleh Balai POM di Ambon di Maluku, Balai POM di Gorontalo, Balai POM di Pangkalpinang di Kep. Bangka Belitung, Balai POM di Manokwari di Papua Barat dan Loka POM di Kabupaten Sangihe di Sulawesi Utara.

Namun, Penny menyoroti jumlah sarana TMK dan produk temuan yang TMK mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Temuan produk TMK pada 2020 adalah 83.687 buah dibandingkan 41.306 buah pada 2021.

"Saya kira ini hasil juga dari edukasi Badan POM di seluruh wilayah Indonesia. Saya kira kalau masyarakat sudah teredukasi dengan demikian meminta demand yang tinggi dan mereka sangat memilih, dengan demikian suplai dari produk-produk tersebut juga akan terus meningkat kualitasnya," tegasnya.

Baca juga: BBPOM Sumbar larang warga pasarkan obat herbal tak berizin

Baca juga: BPOM dorong peningkatan kualitas-kuantitas obat herbal dan fitofarmaka

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021