Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 190 Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah (P3N) belum lama ini menerima tali asih dari Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Kesra Setda) Banjarnegara, Jawa Tengah.

Kepala Bagian Kesra Setda Banjarnegara, Dwi Suryanto, menyebutkan bahwa ada sekitar 380 P3N di Banjarnegara, namun hanya 190 yang berhak menerima tali asih tersebut, karena yang berjumlah 180 merupakan perangkat desa yang diperbantukan sebagai pembantu pencacat nikah, sehingga sudah menerima honor dari statusnya itu.

"Para pembantu pegawai pencatatan nikah masing-masing akan menerima tunjangan sebesar Rp450.000," katanya.

Pemberian tali asih tersebut, seperti juga di daerah lainnya, merupakan bentuk penghormatan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara kepada para P3N.

Tugas P3N tak selalu mengurusi soal pernikahan secara langsung, tetapi juga membantu pemerintah di bidang kesehatan, terkait pernikahan di bawah umur. Pasalnya, masih banyak calon pengantin yang masih di bawah umur, sehingga mereka belum cukup secara fisik untuk menikah karena alat reproduksi mereka sebenarnya belum siap. Diakui P3N sangat berperan untuk membantu dalam hal ini untuk mengingatkan mereka.

Ketua Paguyuban P3N Banjarnegara, M. Iskandar, berharap agar bantuan tali asih tersebut rutin diberikan setiap tahun, karena dari situlah mereka mendapatkan penghasilan yang pasti sebagai P3N.

Sebenarnya, kata Iskandar, akan lebih bijak apabila para P3N yang tidak merangkap sebagai perangkat desa menerima honor bulanan, seperti anggota P3N lainnya yang telah tercatat sebagai perangkat desa.

Kini bantuan semacam tali asih atau honor, seperti yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara beberapa tahun silam, tak lagi dapat diterima P3N di seluruh Indonesia. Meski berbagai pihak menyadari fungsi dan tugas pegawai itu dirasakan penting bagi masyarakat, mereka harus menerima kenyataan, yaitu hidupnya "senin-kamis" alias serba tak menentu.

Hal ini terjadi sebagai dampak dari kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) bahwa P3N tak lagi berada di bahwa kementerian itu tetapi di bawah pemda setempat.

P3N adalah perpanjangan tangan para penghulu di berbagai daerah dan kehadirannya sangat diperlukan di tiap desa. Pegawai ini biasanya diangkat oleh kepala desa," kata Kepala Tata Usaha (TU) Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Pekalongan, Suhaimi, belum lama ini.

Pengangkatan itu dengan berbagai kriteria, yang salah satunya punya jiwa kepemimpin dan didengar pendapatnya oleh warga setempat.

Belum lama ini Kemenag mengeluarkan keputusan yang mengatur eksistensi P3N, diantaranya mencabut hak honor pegawai tersebut dan menyerahkan pendapatannya kepada masing-masing kepala daerah.

"Sebelumnya, honor P3N dibayarkan melalui APBN, namun kini para pegawai itu tak lagi menerima honor, karena P3N bukan pegawai yang memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) atau nomor identitas pegawai," katanya.

Mereka itu tidak berhak mendapatkan honor, karena mereka bukan pegawai. Persoalannya, setelah posisi mereka dialihkan di bawah fungsi kepala daerah juga tidak mendapatkan honor.

"Mereka ingin mendapat pengakuan dan tetap mendapatkan honor dari Kemenag," ujar Suhaimi.

Beberapa tahun silam, para pembantu pegawai pencatat nikah (P3N) dibawah Kementerian Agama (Kemenag) akan menuntut diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tuntutan itu berdasar surat edaran Sekjend Kemenag pusat Nomor BB/Kp.01.2/16042/2010 tentang pendataan tenaga honorer dilingkungan Kemenag.

Para petugas P3N ini merupakan tenaga honorer di lingkungan Kemenag dengan SK resmi yang dikeluarkan Kemeneg, bertugas di desa-desa. Tuntutan untuk diangkat menjadi PNS itu juga berdasar pada surat edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (KemenPAN) Nomor 05 Tahun 2010 tenatang pendataan tenaga honorer.

Dapat perhatian

Kemenag tetap memperhatikan nasib pegawai pencatat nikah (P3N), kendati status mereka bukan pegawai negeri, kata Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kementerian Agama, Bahrul Hayat, di Jakarta.

"P3N bukan pegawai negeri. Kedudukan mereka hanya sebagai perpanjangan tangan para penghulu," kata Bahrul Hayat, menanggapi peran P3N di berbagai daerah.

Ke masa depan, Kemenag akan mengatur peran dan kedudukan P3N. Kemungkinan akan berada di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA) di tiap daerah. Ia mengatakan, para pegawai tersebut beberapa tahun silam menuntut diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS, namun sulit dapat dipenuhi.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, Kemenag menghapus hak Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N), sehingga tugas Kantor Urusan Agama (KUA) makin berat dalam melayani umat.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam, Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa anggaran pemerintah makin terbatas. Kendati demikian pihaknya akan tetap memperjuangkan nasib tenaga P3N ke depan. Kemenag akan memperhatikan mulai dari proses rekrutmen dan memposisikan kedudukan mereka di tengah masyarakat sebaik mungkin.

Ia mengemukakan, P3N merupakan bagian dari KUA sebagai ujung tombak Kementerian Agama di lapangan.

Terkait dengan tugas perbantuan pernikahan,secara terpisah Kepala KUA Kecamatan Kesesi, Pekalongan di Jawa Tengah, Mohammad Alwan, menyatakan bahwa tugas mereka di lapangan kini semakin berat. Kenyataan ini juga terjadi di berabagai daerah.

Untuk menyukseskan berbagai program Kemenag, KUA berada di barisan terdepan menghadapi masyarakat. Banyak program Kemenag yang harus menyentuh lapisan masyarakat terbawah justru terasa sulit menyosialisasikan tanpa partisipasi P3N.

"Tugas KUA tak hanya mengurusi soal pernikahan melulu, tapi masih ada sejumlah agenda seperti bimbingan manasik haji, zakat, wakaf, majelis taklim, bimbingan kemasjidan, dan ditambah lagi menyukseskan program gerakan masyarakat gemar Magrib mengaji," katanya.

Untuk di Kecamatan Kesesi ada empat dusun, yakni Serang, Karangmoncol, Kutowangi, dan Leles. Setiap tahun ada sekitar 800 pernikahan.

Untuk melayani hal ini, menurut dia, perlu kesabaran karena pada musim pernikahan perlu ada ketelitian administrasi dan berbagai hal lainnya.

Kemampuan warga mengganti biaya transportasi ke dusun bagi penghulu ke dusun tertentu masih rendah, karena itu dukungan P3N menjadi penting untuk menjelaskan pengertian tentang perkawinan, syarat administrasi dan mengecek fisik secara informal kepada pasangan calon pengantin.

"P3N kedudukannya terasa penting lagi untuk menjelaskan kepada warga desa mengenai kelengkapan administrasi pernikahaan, termasuk tes urin di puskesmas untuk mengetahui kesehatan calon dari setiap pasangan pengantin," kata Alwan.

Dengan tes urin saja dapat diketahui apakah yang bersangkutan terkena infeksi perapuh kekebalan tubuh (human immuno-deficiency virus/HIV), penyakit kelamin dan berbagai penyakit menular lainnya. Hal itu, katanya, semata-mata untuk memberikan kenyamanan dan kebahagian bagi setiap pasangan yang diharapkan menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah.

Demikian juga, katanya, bagi janda yang ingin menikah, bagaimana yang seharusnya dilakukan. Semua diberi pemahaman agar seperti masa iddah tidak dilanggar. Seperti diketahui bagi janda cerai hidup masa iddah tiga kali suci atau 90 hari, cerai mati selama empat bulan.

Kendati tugas KUA kini makin berat, bagi Alwan ada hal yang menggembirakan bahwa pelaksanaan bimbingan manasik haji kini dapat dukungan dari kalangan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).

"Para tokoh agama memberi perhatian terhadap ritual ibadah haji. Hal ini yang melegakan," kata Alwan.

Karena itu pula, ia berharap, ke depan nasib P3N kembali mendapat perhatian pemerintah pusat. Mereka juga bagian dari ujung tombak Kemenag.
(T.E001/A011)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011