Jakarta (ANTARA) - Gelaran Formula 1 akan lebih akbar pada tahun depan, dengan rekor 23 balapan termasuk seri perdana di Miami, namun penyelenggara bakal memiliki tugas lebih berat agar kejuaraan itu lebih semarak dari musim 2021 yang sarat drama dan kehebohan.

Musim ini mengakhiri dominasi juara dunia tujuh kali Lewis Hamilton saat mahkota juara beralih ke pebalap muda Belanda Max Verstappen di tengah kontroversi seri pemungkas di Abu Dhabi.

Kedua pebalap bertarung habis-habisan hingga balapan penutup musim di Yas Marina, ketika Verstappen dan Hamilton, yang mengantongi poin sama, bersaing ketat tujuh tikungan jelang finis.

Kemenangan itu seakan membuka era baru di F1, meskipun Hamilton yang kini berusia 36 tahun tak diragukan lagi bakal merebut kembali gelar yang hilang tahun depan, di saat kedua pebalap rival itu dengan sportif berpelukan sebelum naik ke podium.

Verstappen, yang kini berusia 24 tahun, mengaku telah melengkapi impian masa kecilnya.

"Tujuan saya ketika saya masih kecil adalah menjadi pebalap F1 dan berharap untuk menang, berharap berada di podium, ketika mereka memainkan lagu kebangsaan Anda, berharap mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Anda.

"Dan ketika mereka berdiri di sana dan mereka mengatakan bahwa Anda juara dunia, itu sesuatu yang luar biasa. Semua hal terlintas di benak, semua tahun-tahun bepergian untuk tujuan itu."

Baca juga: Verstappen wujudkan mimpinya dengan gelar juara dunia F1

Bos tim Red Bull Christian Horner tak ragu lagi apabila olahraga balap itu berhutang banyak kepada timnya.

Ketika ditanya soal tahun pertama Stefano Domenicalli memimpin F1, Horner mengatakan: "Saya rasa dia harus membelikan Red Bull hadiah Natal atas kehebohan, balapan, drama yang ia dapati ketika menjabat.

"Saya kira bahkan seorang penulis naskah Hollywood tak bisa membayangkan apa yang disajikan tahun ini. Popularitas Formula 1 telah meningkat tajam... dan jumlah fan baru yang kita sambut di olahraga ini luar biasa," kata Horner dikutip Reuters.

Musim depan akan menampilkan regulasi yang berubah serta mobil-mobil dengan wajah baru yang didesain untuk memudahkan overtaking.

Selain perbaikan di sektor kompetisi dan regulasi, F1 perlu kiranya membenahi konsistensi keputusan steward dan race director Michael Masi yang tak jarang menimbulkan kontroversi.

Baca juga: Direktur balapan F1 jadi sorotan setelah kontroversi GP Abu Dhabi

Bahkan timbul kekhawatiran apakah olahraga balap itu telah berubah karena serial dokumenter populer dari Netflix 'Drive to Survive', dan mengorbankan integritas demi kepentingan hiburan.

Masi menjadi sorotan setelah keputusan kontroversialnya di Abu Dhabi, yang memicu kritik dari sejumlah kalangan.

Sejumlah pihak mempertanyakan permainan yang adil dan integritas olahraga balap mobil paling bergengsi di dunia itu serta peran dari Michael Masi.

Tak ada yang meragukan Verstappen sebagai seorang pebalap yang layak menjadi juara dunia saat pebalap berusia 24 tahun asal Belanda itu dan juara dunia tujuh kali asal Inggris menyajikan salah satu musim paling menarik di Formula 1 tahun ini.

Namun, situasi yang melahirkan kemenangan sang pebalap Red Bull sangat kontroversial, sehingga menempatkan Masi, yang ditunjuk sebagai direktur balapan menggantikan pendahulunya, Charlie Whiting yang meninggal dunia pada 2019, berada di titik sasaran.

Baca juga: Hamilton terima kekalahan dengan lapang dada

Ada yang menganggap kemenangan telah direnggut dari Hamilton, yang tampil mengendalikan lomba sebelum instruksi kontroversial Masi saat periode safety car di Abu Dhabi.

Mercedes sempat mengajukan protes, namun memutuskan untuk mencabutnya serta tak akan melakukan banding ke FIA serta dengan besar hati mengucapkan selamat kepada juara dunia baru Verstappen.

Hamilton dan bos tim Mercedes Toto Wolff pun memilih tak menghadiri malam penghargaan FIA, di mana tiga pebalap peringkat teratas dan juara konstruktor wajib datang.

Di saat Mercedes menahan gempuran Red Bull untuk mengklaim titel konstruktor kedelapan kali secara beruntun, Ferrari kembali masuk peringkat tiga besar setelah mimpi buruk di musim 2020, sedangkan McLaren meraih kemenangan pertama mereka setelah 2012 dan Esteban Ocon melakukan selebrasi untuk kemenangan perdana bersama tim Alpine.

Apabila Daniel Ricciardo menjalani performa yang naik turun musim ini bersama McLaren, menang di Monza tapi kewalahan di sejumlah sirkuit lain, rek;an satu timnya Lando Norris justru memiliki musim yang cemerlang.

Di akhir musim, para fan kehilangan Kimi Raikkonen yang memutuskan pensiun setelah 349 balapan dan 19 musim berkutat di F1 dengan satu gelar juara dunia pada 2007 silam ketika membela Ferrari.

Baca juga: Ferrari ungkap fasilitas simulator baru untuk kembangkan mobil F1 2022

Bangku yang ditinggalkan sang pebalap Finlandia di Alfa Romeo diisi oleh kompatriot senegaranya, Valtteri Bottas, rekan satu tim Hamilton yang setia di Mercedes, yang menarik George Russell untuk line-up All-British tahun depan.

Sedangkan satu-satunya wakil Italia Antonio Giovinazzi meninggalkan F1, digantikan oleh pebalap pertama asal China Guanyu Zhou di Alfa Romeo.

Tahun ini juga menjadi tahun perpisahan Honda dengan Formula 1 dan Red Bull, setelah merebut titel pertama mereka sejak juara dunia tiga kali asal Brazil Ayrton Senna mempersembahkan juara dunia bersama McLaren pada 1991.

Memutuskan untuk fokus ke mobil listrik, pabrikan Jepang itu tak akan lagi memproduksi mesin untuk F1 namun teknologi mereka akan dikembangkan oleh Red Bull untuk berkompetisi musim depan.

Selain itu, di musim ini keterlibatan negara-negara Timur Tengah semakin bertambah dengan Qatar dan Arab Saudi menjalani debut mereka di kalender F1, mengikuti jejak Bahrain dan Abu Dhabi yang telah lebih dulu langganan menggelar Grand Prix.

Baca juga: F1 perpanjang kontrak GP Abu Dhabi hingga 2030

Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2021