Lokasi ini adalah wilayah yang sudah dicadangkan menjadi kawasan konservasi laut daerah tapi belum ada tindak lanjut pengelolaan oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
Jakarta (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) menyoroti destructive fishing atau kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak yang rawan terjadi di Pulau Tasipi, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa perlu upaya serius dari pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi dan memberantas praktik perikanan merusak di pulau Tasipi.

"Lokasi ini adalah wilayah yang sudah dicadangkan menjadi kawasan konservasi laut daerah tapi belum ada tindak lanjut pengelolaan oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara," kata Abdi.

Dirinya mendorong agar Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara melakukan review dan evaluasi terhadap sejumlah Kawasan konservasi yang sudah dicadangkan tapi belum ditetapkan oleh pemerintah.

Abdi mengemukakan bahwa tanggung jawab konservasi dan pengawasan perikanan termasuk pengurangan kegiatan merusak yang terjadi di kawasan konservasi laut daerah menjadi tugas provinsi.

Selain peran aktif provinsi, ia juga mendorong perlunya peran aktif masyarakat lokal untuk ikut berkampanye dan melaporkan jika ada indikasi praktik perikanan merusak yang terjadi di lingkungan sekitar.

"Dalam rangka tersebut, pada 3 Desember 2021, kami melakukan kampanye dan edukasi anti destructive fishing di Desa Tasipi. Kegiatan tersebut dikuti oleh 60 orang nelayan, pemerintah desa, tokah masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda pulau Tasipi," kata Abdi.

Kegiatan itu, ujar dia, dilakukan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang bahayanya penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potasium.

Selain masyarakat dan nelayan, pihaknya juga melakukan edukasi kepada siswa Sekolah Dasar dan SMP mengenai manfaat dan pentingnya menjaga terumbu.

"Kami menerangkan penyebab dan dampak praktik perikanan merusak yang menghancurkan kehidupan nelayan secara sosial, ekonomi dan ekologis” kata Abdi.

Pihaknya juga mendorong pemerintah Desa Tasipi untuk membuat Peraturan Desa tentang perlindungan terumbu karang.

Ia menilai perlu adanya upaya penanggulangan perikanan merusak pada tingkat desa yang terintegrasi dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang terakomodasi dalam rancangan pembangunan desa.

Peneliti DFW Indonesia, Laode Hardiani memaparkan bahwa pulau ini mempunyai luas area sekitar 3 hektare dengan panjang garis pantai kurang dari 1 kilometer di pesisir pantai. Desa Tasipi mempunyai jumlah penduduk 727 jiwa dari etnis Bajo.

Selain itu, diketahui pula Muna dan Bugis mendiami sekitar 158 rumah. Mata pencarian masyarakat sebagian besar adalah nelayan.

Disebutkan, kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat di sekitaran Pulau Tasipi umumnya menggunakan bahan peledak bom ikan, dan bahan beracun untuk menangkap ikan.

Baca juga: DFW: Perkuat peran masyarakat adat kelola sumber laut Nusantara

Baca juga: Menteri KKP ingatkan kesejahteraan nelayan harus diukur dengan benar

Baca juga: DFW: Revitalisasi hukum adat dalam kelola sumber daya laut nasional

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021