Palangka Raya (ANTARA News) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Palangka Raya, Sigit K Yunianto meminta agar pihak Pertamina menyediakan tempat pengisian bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan non subsidi secara terpisah tidak menyatu seperti sekarang.

"Pertamina harus memiliki pos pengisian yang jelas antara BBM non subsidi dan subsidi dan juga harus mengambil langkah keterbukaan untuk non subsidi," kata Sigit di Palangka Raya, Senin.

Hal itu perlu dilakukan agar tidak memicu terjadinya antrian saat pengisian BBM, yang selalu terjadi di daerah setempat, karena tempat pengisian BBM non subsidi dan subsidi selama ini dijadikan satu.

Dengan demikian, jika ada truk atau mobil dari perusahaan-perusahaan seperti perkebunan dan pertambangan yang ingin membeli BBM subsidi akan ketahuan kalau membeli bukan pada tempat yang telah disediakan.

Ditegaskannya, apa yang menjadi keinginan DPRD setempat hendaknya benar-benar dapat ditindaklanjuti dan disambut baik pihak Pertamina guna meminimalisir terjadinya pelangsir.

Pihaknya juga sangat mendukung apa yang telah dilakukan pemerintah kota setempat guna mengurangi antrian BBM dan para pelangsir secara proaktif bersama forum koordinasi dan tim bentukan daerah.

Dimana tim tersebut juga akan beroperasi di luar kota agar jangan sampai terjadi BBM dibawa keluar dan jika ada penumpukan di Palangka Raya maka aparat yang akan bertindak.

"Cara menertibkan antrian adalah dengan mengecek betul-betul apakah pelangsir atau pengguna transportasi biasa, dengan demikian akan meminilisir terjadinya penumpukan," ucap Sigit.

Satu hal yang membuatnya kaget, karena dari hasil dengar pendapat dengan para pemilik SPBU baru-baru ini, ternyata kuota BBM tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pihak Pertamina selama ini.

"Jadi ternyata kuota perhari kadang berkurang, ini realita di lapangan yang berbeda dengan apa yang dikatakan dari Pertamina, saya sangat prihatin sekali dengan sering terjadinya antrian dan akan menimbulkan permasalahan sosial," ujar Sigit. (GR/A020/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011