Denpasar (ANTARA News) - Bali memperoleh devisa dari ekspor kerajinan batu padas senilai 5,013 juta dolar AS selama empat bulan periode Januari-April 2011, menurun sekitar 22,96 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,49 juta dolar AS.

"Demikian pula dari segi volume pengiriman hasil kerajinan batu padas ke pasaran luar negeri berkurang 25,39 persen dari 1,50 juta psc pada catur wulan I-2010 menjadi 1,20 juta psc pada catur wulan I-2011," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali I Ketut Teneng di Denpasar Selasa.

Ia mengatakan, kondisi tersebut sangat tergantung dari permintaan pasaran ekspor, meskipun perajin dan seniman Bali mempunyai persediaan matadagangan dari bahan batu padas, hasil tambangan di tebing sungai dalam jumlah memadai.

"Meskipun perolehan nilai ekspor kerajinan batu padas merosot, namun perajin dan seniman Bali tetap berkreativitas membuat karya seni dengan berbagai rancang bangun (disain) yang unik dan menarik," ujar Ketut Teneng.

Teneng menambahkan, ekspor matadangan serupa selama 2010 sebanyak 4,39 juta psc senilai 17,58 juta dolar AS, menurun 9,31 persen dibanding tahun sebelumnya yang mampu meraih 19,39 juta dolar AS atas pengapalan 5,80 juta psc.

Hasil kerajinan dari bahan baku padas itu sebagian besar berupa patung dalam berbagai bentuk dan ukuran, dengan rancang bangun sedemikian rupa yang mampu menarik perhatian konsumen mancanegara.

Patung dan berbagai komponen lainnya yang dibuat dari bahan batu padas juga banyak diekspor untuk memperindah taman maupun sebagai dekorasi.

Ketut Teneng menjelaskan, hasil kreativitas seniman Bali itu mampu menembus pasaran Jepang, Amerika Serikat, Eropa, Australia, Singapura dan Hongkong.

Kerajinan dari bahan baku batu padas itu banyak ditekuni seniman dan perajin di Kabupaten Gianyar, daerah gudang seni di Bali, disamping perajin dari sejumlah kabupaten/kota lainnya di daerah ini, turunya.

Seni kerajinan ukir batu padas menurut I Made Berata, S.Sn, dosen jurusan Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Disain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI Denpasar, ditekuni sebagian besar masyarakat di Desa Silakarang, Kecamatan Ubud, dan Batubulan Kabupaten Gianyar, Bali.

Keterampilan mengukir untuk menghasilkan sebuah karya seni dari bahan baku batu padas diwarisi secara turun temurun sejak tahun 1832, atau sekitar 179 tahun yang silam. Perkembangan seni tersebut dalam waktu yang cukup panjang itu mengalami pasang surut, namun tetap bertahan hingga sekarang.

Perkembangan seni ukir yang menggunakan bahan batu padas itu berawal dari pembangunan pura Puseh desa adat setempat. Hampir semua tembok dan bangunan suci (pelinggih) dihiasi dengan ukiran batu padas.

Seni kerajinan yang ditekuni masyarakat setempat menurut Made Berata yang pernah melakukan pengkajian dan penelitian itu, awalnya untuk kegiatan sosial, namun sekarang menjadi produk komersial, seiring dengan maraknya perkembangan pariwisata di Pulau Dewata.

Kerajinan seni ukir dari bahan batu padas pada awalnya mengambil tema-tema tradisional, namun dalam beberapa tahun belakangan mulai bersentuhan dengan kebudayaan luar, namun tetap mencerminkan tradisi adat, budaya dan agama Hindu di Pulau Dewata.

Hasil penelitian yang dilakukan itu menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan seni kerajinan batu padas, baik menyangkut fungsi maupun gaya.

Dari segi fungsi seni kerajinan ukir batu padas memiliki peran dalam kehidupan masyarakat setempat maupun masyarakat luas di sekitarnya. Demikian pula gaya seni berawal dari tradisional berkembang ke gaya modern, bahkan belakangan berimplikasi pada pegayaan materi seni, yang ditandai dengan munculnya deversifikasi produk dengan berbagai rancang bangun, tutur Made Berata. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011