Kecepatan gerak lempeng itu dalam hidup kita akan konstan
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meminta agar lebih serius membuat langkah mitigasi gempa 100 tahun ke depan mulai dari sekarang untuk meminimalkan risiko bencana di tengah perkembangan populasi dan pembangunan infrastruktur.

Berdasarkan proyeksi dari data kejadian gempa selama 100 tahun ke belakang, Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan di BRIN Danny Hilman Natawidjaja menuturkan banyaknya gempa-gempa besar terjadi di Indonesia seperti cendol.

"Karena kecepatan gerak lempeng itu dalam hidup kita akan konstan maka kalau kita proyeksikan 100 tahun ke depan, pastinya akan seperti ini juga," kata Danny dalam Webinar Professor Talk dengan tema Refleksi Akhir Tahun: Membaca Secara Ilmiah Kebencanaan 2021 di Indonesia di Jakarta, Senin.

Danny menuturkan dengan melihat proyeksi banyaknya genpa besar terjadi pada 100 tahun ke belakang, maka hal yang sama diperkirakan terjadi pada 100 tahun ke depan.

Baca juga: BRIN: Gempa magnitudo lebih dari 6,5 banyak terjadi di Indonesia timur

Baca juga: Peneliti BRIN: Tiap rumah perlu ruang aman antisipasi ancaman gempa


Untuk itu, harus disiapkan dari sekarang untuk upaya mitigasi bencana di masa depan terutama di tengah peningkatan populasi dan perkembangan infrastruktur.

"Ini yang harus kita hadapi dari sekarang, harus lebih serius untuk melakukan mitigasi bagaimana 100 tahun ke depan," ujar Danny.

Jika tidak membuat langkah mitigasi secara komprehensif dan menyeluruh berbasis riset dari sekarang, maka dikhawatirkan korban dan kerusakan yang besar akan timbul akibat potensi gempa di masa mendatang.

Pada seminar itu, Danny mempresentasikan gambaran banyaknya kejadian gempa berkekuatan besar mulai dari magnitudo 6,-6,9 dan 7-7,9 ke atas pada periode 1900-2019.
Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja mempresentasikan gambaran banyaknya kejadian gempa berkekuatan besar mulai dari magnitudo 6,-6,9 dan 7-7,9 ke atas pada periode 1900-2019 dalam Webinar Professor Talk dengan tema Refleksi Akhir Tahun: Membaca Secara Ilmiah Kebencanaan 2021 di Indonesia di Jakarta, Senin (27/12/2021). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak.

Danny mengatakan karena wilayah Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik dan pertemuan tiga Lempeng benua, maka gempa bumi dan letusan gunung api tidak bisa dihindari. Indonesia adalah negeri gunung api di mana ada 150 gunung api.

"Kadang gempa juga disertai tsunami. Kondisi ini harus dihadapi dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni, serta sikap bijak, dan tindakan mitigasi yang cerdas," tuturnya.

Menurut Danny, untuk bisa melakukan mitigasi bencana, maka harus paham sumber bencana, membuat karakterisasi setiap bencana dan memetakan jalurnya dengan sebaik-baiknya.

"Jika pengetahuan kita sudah cukup maka kita bisa melakukan mitigasi dengan lebih tepat dan benar," ujarnya.

Baca juga: Pemkab Manggarai Barat apresiasi BRIN kembangkan alat deteksi tsunami

Baca juga: Periset BRIN teliti heterogenitas kerak bumi untuk mitigasi gempa

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021