Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan tersangka sepuluh anggota DPRD Kabupaten Muara Enim ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

Mereka sebelumnya pada Kamis (30/9) telah diumumkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan Tahun 2019.

"Tim penyidik, Senin (27/12), telah melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) untuk tersangka IG (Indra Gani BS) dan kepada tim jaksa karena seluruh isi berkas perkaranya dinyatakan lengkap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sepuluh anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019-2023 tersebut, yakni Indra Gani BS (IG), Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR).

Ali mengatakan penahanan bagi para tersangka tersebut masih tetap dilakukan dan dilanjutkan oleh tim jaksa untuk masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung 27 Desember 2021 sampai dengan 15 Januari 2022.

Empat tersangka, yakni Indra Gani BS, Ari Yoca Setiadi, Mardiansyah, dan Muhardi ditahan di Rutan KPK Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta.

Baca juga: Konstruksi perkara 15 tersangka kasus Dinas PUPR dan APBD Muara Enim
Baca juga: KPK umumkan 15 tersangka kasus suap Dinas PUPR dan APBD Muara Enim
Baca juga: KPK telusuri aliran dana terkait pengesahan APBD Muara Enim


Empat tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, yaitu Ishak Joharsyah, Ahmad Reo Kusuma, Marsito, dan Fitrianzah.

Sementara dua tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, yakni Subahan dan Piardi.

"Tim jaksa segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara termasuk surat dakwaan ke pengadilan tipikor dalam waktu 14 hari kerja. Persidangan diagendakan berlangsung di Pengadilan Tipikor PN Palembang," kata Ali.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, Robi Okta Fahlevi dari pihak swasta bersama dengan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat Bupati Muara Enim.

Dalam pertemuan, Ahmad Yani menyampaikan agar berkoordinasi langsung dengan Elfin dan nantinya ada pemberian komitmen "fee" sebesar 10 persen dari nilai net proyek untuk para pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019.

KPK menyebut pembagian proyek dan penentuan para pemenang proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim diduga dilakukan oleh Elfin dan mantan Plt Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi sebagaimana perintah dari Ahmad Yani, Juarsah selaku Wakil Bupati Muara Enim saat itu, Ramlan Suryadi, dan tersangka Indra Gani dan kawan-kawan agar memenangkan perusahaan milik Robi.

Setelah Robi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen "fee" dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi melalui Elfin.

Pemberian uang tersebut diterima oleh Ahmad Yani sekitar Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar Rp2,8 miliar, dan untuk para tersangka diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar.

Terkait penerimaan para tersangka, diberikan secara bertahap dengan nominal minimal pemberian dari Robi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta.

Peneriman uang oleh para tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemkab Muara Enim, khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.

KPK menduga uang itu digunakan oleh para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021