Jakarta (ANTARA) - Para pencari keadilan menggantungkan harapan mereka kepada para hakim. Baik hakim pengadilan tingkat pertama, hakim agung, hingga hakim konstitusi.

Mereka, para pencari keadilan, tidak akan berpuas diri sebelum benar-benar meraih apa yang mereka yakini sebagai putusan yang adil. Karenanya, suasana pembacaan putusan selalu menjadi detik-detik yang menegangkan bagi berbagai pihak.

Entah rasa puas atau rasa kesal yang akan menjadi kawan ketika meninggalkan ruang pengadilan, seluruhnya bergantung kepada putusan yang berada di tangan hakim.

Dengan demikian, majelis hakim memiliki tanggung jawab yang begitu berat. Ketukan palu dapat mengubah hidup seseorang dan memberi implikasi yang sangat signifikan pada masa depan mereka.

Menciptakan putusan yang tidak didasari oleh keadilan tidak hanya merugikan pihak-pihak yang terlibat di dalam peradilan, tetapi juga merugikan masyarakat Indonesia. Ketika hakim mulai memiliki keberpihakan pada satu sisi, maka akan mengakibatkan mimpi buruk bagi pihak lainnya.

Oleh karena itu, kehormatan, kemuliaan, serta keluhuran martabat dan perilaku hakim haruslah dijaga.

Sebagai penyandang wewenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial bersama dengan Mahkamah Agung menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Joko Sasmito mengungkapkan bahwa yang menjadi prioritas Pemerintah pada tahun 2021 adalah eksplorasi pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

Menindaklanjuti prioritas yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, Komisi Yudisial menyelenggarakan pelatihan KEPPH kepada para hakim yang berada di seluruh Indonesia.

Pelatihan ini, kata Joko, menitikberatkan pada ranah afektif, yaitu hasil belajar yang berhubungan dengan sikap dan juga mencakup kemampuan mengelola perasaan dan emosi.

Pelatihan Eksplorasi KEPPH

Dalam konferensi pers bertajuk Capaian Kinerja Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Tahun 2021, Joko mengungkapkan bahwa Komisi Yudisial berhasil mencapai target realisasi peserta pelatihan eksplorasi KEPPH dengan tema Studi Kasus Laporan Masyarakat di Komisi Yudisial Tahun Anggaran 2021.

Target peserta pelatihan eksplorasi KEPPH adalah 280 orang hakim, sedangkan realisasi dari target tersebut justru mencapai 281 orang hakim.

Komisi Yudisial menyelenggarakan pelatihan sebanyak tujuh kali, dengan rincian empat pelatihan dilaksanakan secara tatap muka, yakni untuk wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah yang diselenggarakan di Cirebon, wilayah Kalimantan Selatan yang diselenggarakan di Banjarmasin, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarkan di Yogyakarta, dan untuk Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) I, II, dan III yang diselenggarakan di Surabaya.

Selanjutnya, Komisi Yudisial menyelenggarakan tiga pelatihan secara dalam jaringan (daring) menggunakan platform Zoom Meeting untuk wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah; Papua, Maluku, dan Maluku Utara; serta untuk wilayah Sulawesi Tenggara.

Joko menjelaskan bahwa pelatihan diawali dengan pre-test terkait KEPPH, yang kemudian ditutup dengan post-test. Tujuan dari penyelenggaraan kedua tes tersebut adalah untuk menilai efektivitas dari pelatihan yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial.

Secara umum, hasil pre-test dan post-test menunjukkan peningkatan dari 2 hingga 19,29 poin. Peningkatan tersebut memperlihatkan bahwa pelatihan KEPPH yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial telah berjalan dengan baik. Tidak hanya itu, peserta Pelatihan KEPPH juga mengungkapkan apresiasi karena menuai manfaat dari pelatihan tersebut.

Oleh karena itu, Joko mengatakan bahwa pihaknya menilai keberlangsungan Pelatihan Eksplorasi KEPPH dengan model studi kasus laporan masyarakat di Komisi Yudisial perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk tahun-tahun selanjutnya.

Pelatihan tersebut merupakan pelatihan yang sangat krusial untuk memastikan para hakim dapat memahami dan mengimplementasikan secara sungguh-sungguh Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim dalam menjalankan profesi mereka.

Terlebih, pada tahun 2021, terjadi peningkatan laporan dari masyarakat tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

Dugaan Pelanggaran KEPPH pada 2021

Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta mengungkapkan bahwa Komisi Yudisial menerima 1.346 laporan langsung dari masyarakat tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim terhitung mulai tanggal 2 Januari 2021 hingga 30 November 2021.

Apabila dibandingkan dengan jumlah laporan dugaan pelanggaran KEPPH pada 2020, terdapat peningkatan sebesar 6,4 persen, yakni dari 1.265 laporan pada 2020, meningkat menjadi 1.346 laporan pada 2021.

Sayangnya, peningkatan tidak hanya terjadi pada jumlah laporan dugaan pelanggaran KEPPH. Dalam konferensi pers, Sukma juga mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan persentase hakim yang terbukti melakukan pelanggaran KEPPH.

Pada 2021, persentase hakim yang dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran KEPPH mencapai 45 persen dari jumlah seluruh hakim yang diperiksa oleh Komisi Yudisial. Sedangkan, pada 2020, persentase hakim yang dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran KEPPH hanya mencapai 40,12 persen.

Menurut Sukma, peningkatan laporan dari masyarakat dan peningkatan persentase hakim yang dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran KEPPH menandakan bahwa Komisi Yudisial dan masyarakat telah lebih baik dan lebih giat dalam menyampaikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang memadai guna membuktikan pelanggaran KEPPH.

Sukma juga mengungkapkan apresiasi kepada masyarakat yang telah dengan aktif turut memantau perilaku hakim. Partisipasi masyarakat akan meningkatkan jaminan tegaknya keadilan bagi para pencari keadilan.

Dengan demikian, para hakim juga harus menegakkan KEPPH dengan lebih baik lagi. Acapkali, seseorang melakukan kesalahan karena tidak tahu, bukan karena memiliki niat untuk melanggar.

Pelatihan KEPPH merupakan sebuah kebutuhan untuk memastikan bahwa seluruh hakim benar-benar memahami dan dapat mengimplementasikan KEPPH dengan baik dan benar ketika menjalankan tugas mereka.

Ketika hakim telah memiliki keteguhan untuk menegakkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim dengan baik dan benar, maka pedang keadilan berada di tangan yang tepat.

Sebagaimana yang dikatakan di dalam sebuah kutipan tentang peradilan, “Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah.”

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021