Jakarta (ANTARA) - Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kutipan tersebut berlaku di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkoba.

Berbagai narasi mengenai narkotika kembali membanjiri jagat media sosial dan pemberitaan sejak kasus kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kelas I Tangerang pada tanggal 8 September 2021 lalu.

Munculnya isu narkotika ke permukaan dilatarbelakangi oleh para pengamat, pakar, hingga politisi yang menuding Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai penyebab terjadinya kelebihan kapasitas lapas atau overcrowding lapas.

Akibat kasus narkotika yang tidak terkendali, juga regulasi yang diberi label sebagai ‘pasal karet’, kebakaran Lapas Tangerang menelan lebih dari 40 korban jiwa, dan mayoritas merupakan warga binaan pemasyarakatan yang terlibat kasus narkotika.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan bahwa 60 persen penghuni lapas berasal dari tindak pidana narkotika dan menjadi penyebab atas permasalahan kelebihan kapasitas lapas.

Tingginya jumlah korban penyalahgunaan narkoba menunjukkan bahwa melakukan pendekatan berupa pemberantasan, seperti menangkap pengedar narkoba dan mengungkap berbagai jaringan sindikat terkait, tidaklah cukup. Permasalahan ini juga tidak akan selesai bila hanya mengandalkan revisi pada Undang-Undang Narkotika.

Akan selalu muncul korban penyalahgunaan narkoba yang baru apabila kementerian dan lembaga yang berwenang tidak segera memberi edukasi dan melakukan langkah-langkah pencegahan. Dengan demikian, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) menggaungkan semangat pencegahan atau preventif untuk mengatasi isu penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Berbagai pendekatan sebagai upaya mempromosikan langkah-langkah pencegahan telah dilakukan oleh BNN RI sebelum kasus kebakaran lapas terjadi. Justru, Kepala BNN RI Petrus Reinhard Golose berulangkali menegaskan di dalam Press Release Akhir Tahun 2021 bahwa prioritas utama dari pihaknya adalah melakukan pencegahan.

“Saya selalu menekankan bahwa fokus kami adalah upaya preventif,” kata Golose.

Baca juga: Pemkot Jakarta Utara dan BNNK perkuat sinergi lawan peredaran narkoba

Desa Bersinar dan Program Ketahanan
Golose mengungkapkan bahwa Desa Bersinar atau Desa Bersih Narkoba merupakan program unggulan BNN dalam bidang pencegahan. Melalui Desa Bersinar, BNN mengimplementasikan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) di berbagai wilayah pedesaan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman, serta terbebas dari narkoba.

Desa Bersinar melibatkan berbagai unsur negara, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, KPPA, KPK, BNPT, TNI, Polri, serta sektor kesehatan dan sosial lainnya. Pelibatan berbagai lembaga tersebut merupakan wujud sinergisitas yang diupayakan oleh BNN dalam hal pencegahan penyalahgunaan narkoba yang sesuai dengan kapasitas masing-masing lembaga.

Sinergisitas tersebut selaras dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 yang memberi mandat kepada BNN untuk mengoordinasikan kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah dalam melaksanakan rencana aksi nasional P4GN, terutama dengan mengikutsertakan masyarakat dan pelaku usaha.

Golose mengungkapkan bahwa pada 2021, BNN telah berhasil membentuk 346 desa bersinar, serta membentuk dan melatih 5.913 relawan penggiat anti-narkoba yang akan turut membantu BNN dalam memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba di lingkungan masing-masing.

Tidak hanya program Desa Bersinar, BNN juga telah mengupayakan pencegahan melalui program ketahanan pada lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan komunitas.

Terkait dengan program ketahanan pada lingkungan keluarga, BNN telah melakukan intervensi kepada 1.035 keluarga pada tahun 2021. Wujud intervensi tersebut berupa melakukan edukasi peningkatan komunikasi efektif di dalam keluarga guna memberi pengetahuan dan pemahaman hidup yang sehat.

Pada tahun yang sama, BNN juga telah menghasilkan 1.740 sekolah bersinar pada tingkat pertama dan menengah melalui program ketahanan di lingkungan pendidikan. Adapun jumlah siswa pelopor yang telah memperoleh pelatihan dari BNN adalah sebanyak 8.700 orang, dan pada lingkungan kampus telah terbentuk 352 kampus bersinar di 34 provinsi.

Ketika menjalankan program ketahanan di lingkungan pendidikan, BNN menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta KPPA.

Pencegahan peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan juga menjadi perhatian bagi BNN. Oleh karena itu, pada 2021, BNN telah menghasilkan 175 lapas bersinar yang merupakan hasil kerja sama antara BNN dengan Kementerian Hukum dan HAM.

BNN juga melakukan akselerasi pencegahan narkoba di seluruh lapisan masyarakat dengan cara melakukan kampanye War On Drugs melalui kompetisi, seperti festival film pendek, TikTok Challenge, Smash On Drugs (kompetisi tenis meja), Sing Against Drugs Choral Competition, serta lomba Pantun Against Drugs.

Seluruh upaya tersebut merupakan langkah-langkah BNN dalam melakukan pencegahan di dalam negeri. Akan tetapi, bagaimana dengan ancaman narkoba yang berasal dari luar negeri?

Baca juga: Mendes: Mengaktifkan pos jaga gerbang desa upaya desa bersih narkoba

Kerja Sama Internasional
Sedari awal gejolak militer terjadi di Afghanistan dan Myanmar, BNN telah mengantisipasi kemungkinan terburuk, yakni maraknya narkoba yang berusaha masuk ke Indonesia dari luar negeri.

Afghanistan merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam sindikat narkoba Golden Crescent. Istilah Golden Crescent merujuk pada kawasan pemasok opium yang berlokasi di Asia Selatan. Selain Afghanistan, Iran dan Pakistan juga merupakan bagian dari Golden Crescent. Sindikat ini adalah salah satu jaringan narkoba yang sering diungkap oleh BNN.

Selain itu juga terdapat jaringan sindikat narkoba lainnya di kawasan Asia Tenggara, yakni jaringan Golden Triangle. Golden Triangle merupakan segitiga emas yang menjadi pusat produksi berbagai narkotika di Asia Tenggara dan berlokasi di wilayah pedalaman dan pegunungan di utara Myanmar, Thailand, dan Laos.

Ketidakstabilan Afghanistan dan Myanmar dapat memberi celah bagi para sindikat untuk meloloskan barang-barang terlarang mereka untuk beredar ke luar negeri, dan salah satu negara tujuannya adalah Indonesia.

Guna mencegah masuknya narkoba ke Indonesia, BNN menjalin kerja sama internasional dengan berbagai negara, seperti Kolombia, Arab Saudi, Iran, Rusia, Central Narcotic Bureau (CNB) Singapore, Taiwan National Police, dan Australian Federal Police.

Tidak terbatas pada kerja sama bilateral, Indonesia juga melakukan kerja sama regional dengan ASEAN melalui 7th ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters (AMMD), 42nd ASEAN Senior on Drug Matters, dan forum brainstroming kepala BNN dengan Duta Besar RI di kawasan Asia Tenggara.

BNN juga telah membangun berbagai kerja sama multilateral melalui pertemuan Commission on Narcotic Drugs (CND) ke-64, Consulative Committee Meeting (CCM) Colombo Plan ke-47, Honlea Asia Pacific, dan United Nations Office Drugs and Crime (UNODC) The Global Smart Programme.

Golose mengatakan, kerja sama internasional merupakan bagian penting dalam rangka mencegah masuknya narkoba ke negara Indonesia. Melalui kerja sama internasional, BNN dapat memantau perkembangan geostrategis dan geopolitik dari negara masing-masing terkait dengan peredaran narkotika yang tengah marak terjadi.

Sepanjang 2021, BNN RI telah menunjukkan keseriusan mereka dalam melakukan aksi pencegahan masuknya narkoba ke Indonesia. Seluruh upaya tersebut mereka lakukan guna melindungi generasi bangsa dari bahaya narkoba.

Ia berharap, pada 2022, BNN RI dapat menggagalkan lebih banyak narkoba yang berusaha masuk ke Indonesia sehingga masyarakat dapat terlindungi dan kasus di dalam negeri dapat menurun.

Baca juga: INW: Indonesia pasar menggoda sindikat narkoba internasional

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021