Lagos (ANTARA News) - Kelompok militan utama Nigeria MEND hari Senin mengancam akan menyerang fasilitas perusahaan minyak Nigeria Eni di negara itu karena dianggap mencuri minyak dan mendukung serangan udara pimpinan NATO di Libya.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui email, Eni terlibat dalam "pencurian" di kawasan Nigeria selatan yang kaya minyak dan membantu satuan khusus militer Nigeria yang ditempatkan di sana.

"Kelompok Eni berpartisipasi aktif dalam pencurian minyak di Delta Niger selama puluhan tahun, membantu militer dalam aksi-aksi genosida dan bumi hangus terhadap penduduk Delta Niger yang mencari keadilan," katanya.

MEND mengklaim berperang untuk menuntut pembagian yang lebih adil atas kekayaan minyak bagi penduduk di daerah tersebut.

Seorang juru bicara pasukan khusus militer di kawasan delta itu, Letnan Kolonel Timothy Antigha, mengatakan, militer sedang meneliti apakah siaran pers itu benar dibuat oleh MEND.

Dalam pernyataan itu, MEND juga menyoroti "dengan amarah keterlibatan kelompok Eni Italia dalam serangan-serangan terhadap penduduk yang tidak berdosa di Libya oleh negara-negara Barat yang berniat menjarah sumber daya mineral negara itu".

Sembilan dari 28 negara anggota NATO mengambil bagian dalam serangan-serangan udara di Libya, yang dipimpin oleh Inggris dan Prancis, namun tidak jelas mengapa militan Nigeria itu memilih perusahaan energi Italia tersebut.

MEND adalah kelompok militan utama di Delta Niger yang selama bertahun-tahun meledakkan pipa minyak di Nigeria, negara industri terbesar gas dan minyak Afrika. Namun, mereka terpecah sejak program amnesti 2009 dan tidak jelas kelompok mana yang kini mengendalikan alamat email tersebut.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.

Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), demikian AFP melaporkan. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011