Dari 1336 pabrik rokok, 90 persennya adalah kelas kecil menengah namun hanya menguasai pasar 10 persen. Sementera 10 persen perusahaan rokok besar mengusai pasar 90 persen.
Solo (ANTARA News) - Perusahaan rokok kelas kecil menengah terancam guling tikar karena tidak mampu menghadapi persaingan terbuka dari perusahaan rokok berskala besar.

Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) menuduh perusahaan rokok besar yang masuk kategori kelas satu bermain curang dengan memasarkan produknya pada pangsa perusahaan kelas tiga.

"Dari 1336 pabrik rokok, 90 persennya adalah kelas kecil menengah namun hanya menguasai pasar 10 persen. Sementera 10 persen perusahaan rokok besar mengusai pasar 90 persen. Dan pasar 10 persen milik perusahaan kecil dan menengah pun mulai diganggu," kata Ketua Harian Formasi Drs Heri S Soewandi SH MH MM kepada wartawan di Solo, Rabu.

Sepak terjang pabrik rokok besar masuk di pasar pabrik kecil menengah telah banyak membawa korban.

Data pada 2008 tercatat masih ada sekitar 3.600 pabrik rokok kecil menengah, namun sekarang tinggal 1.336 buah, yang lainnya gulung tikar.

"Di Kudus yang dulu ada 120 pabrik sekarang tinggal 40, sementara di Malang dari 480 tersisa 120 saja, lainnya bangkrut," kata dia.

Perusahaan rokok besar mempunyai produksi enam miliar batang lebih per tahun, pabrik rokok menengah produksinya dua sampai enam miliar batang per tahun, sementara pabrik rokok kecil memproduksi 400 juta batang per tahun.

Formasi menghimbau kepada pemerintah - khususnya pejabat berwenang di bidang perekonomian, perindustrian dan tenaga kerja - agar tergerak untuk menyelamatkan perusahaan rokok kecil menengah khususnya hasil industri tembakau, sebab pabrik-pabrik ini cukup banyak menyedot tenaga kerja, disamping pula sumbangan cukai rokok sebesar Rp 61 trilyun.

Heri mengatakan ketidakadilan pemerintah tercermin pada kebijakan cukai di tahun 2011 di mana kenaikan rata-rata cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 10 persen lebih besar dibandingkan kenaikan rata-rata Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang sebesar enam persen.

Padahal di pasar juga ditemukan banyak rokok ilegal yang jelas tidak memberikan kontribusi cukai, ujar dia.

Heri berpendapat, sebagai perusahaan kecil menengah golongan III untuk SKT dan golongan II selama ini telah memberikan sumbangan terhadap penerimaan negara dan penerimaan cukai nasional.

Namun sekarang nasibnya terus diganggu bahkan sudah ada yang dimatikan karena kerakusan perusahaan besar yang bermain di kelas II dan III. Mereka membeli pabrik kecil kemudian dikelola secara profesional dan memangsa pasar pabrik rokok kecil dan menengah.

Adanya perbedaan penetapan kenaikan tarif cukai setiap tahunnya antara perusahaan besar dan perusahaan kecil sama sekali tidak mencerminkan keadilan, apalagi perlindungan terhadap perusahaan kecil.

Tarif kenaikan cukai untuk perusahaan kecil secara prosentase selalu lebih tinggi daripada perusahaan besar.

Percepatan Road Map (Peta Jalan) telah digulirkan dan akan dipercepat berakhir pada tahun 2016, dari rencana semula yang berakhir tahun 2010, dengan konsepnya yang mengarah pada tarif tunggal, tanpa mempedulikan perusahaan besar atau kecil.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011