Kupang (ANTARA News) - Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) di Nusa Tenggara Timur (NTT) berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota bersama-sama masyarakat kini mewaspadai kemungkinan terjadinya gempa tektonik dahsyat di Laut Flores. "Imbauan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya gempa tektonik di Laut Flores sudah kami lakukan setelah terjadi gempa tektonik dengan kekuatan 6,3 Skala Richter terjadi di Laut Flores, Minggu (15/1) pukul 19.58.27 Wita," kata Kepala Stasiun Meteorologi dan Geofisika Klas I Kupang, Rivai Marulak, di Kupang, Senin. Marulak mengatakan, gempa tektonik pada kedalaman laut 300 kilometer itu berpusat di Laut Flores sekitar 160 kilometer Timur Laut Kota Ende atau 7.99 derajat Lintang Selatan hingga 122.50 derajat Bujur Timur. Gempa itu hanya berada pada tingkatan III-IV MMI (Modified Marcalli Intensity) atau tingkat getaran yang dirasakan manusia di permukaan bumi. Gempa tektonik itu dirasakan sebagian penduduk di Pulau Sumba dan Flores, namun belum diketahui adanya korban jiwa atau kerugian material. Hanya saja, tambah Marulak, seringkali gempa tektonik yang terjadi akan disusul gempa berikutnya, sehingga tingkat kewaspadaan masyarakat sangat diperlukan. "Apalagi lokasi gempa di dasar laut pada Minggu (15/1) itu jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat gempa yang disusul gelombang tsunami tahun 1992 lalu hingga menewaskan ribuan orang, serta menghancurkan infrastruktur sejumlah kabupaten di Pulau Flores," ujar Marulak. Gempa tektonik tahun 1992 itu, katanya, juga berpusat di dasar laut, namun relatif dekat dengan daratan Flores dan saat gempa susulan diikuti dengan pergerakan lempeng tektonik yang dahsyat. Marulak mengaku sudah menginstruksikan pimpinan Stasiun Metereologi dan Geofisika di Pulau Sumba dan Flores, serta Alor guna mewaspadai gempa tektonik di musim penghujan awal Tahun 2006 ini. Para Kepala Stasiun Meteorologi di Maumere Kabupaten Sikka, Larantuka-Flores Timur, Ruteng-Manggarai dan Labuanbajo-Manggarai Barat agar segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. "Upaya koordinasi guna mewaspadai gempa susulan sudah dilakukan. Setiap tanda-tanda gempa yang tercatat perangkat lunak kami informasikan kepada pemerintah setempat untuk diwaspadai," katanya. Selain sebagai Kepala Stasiun Meteorologi dan Geofisika Klas I Kupang, Marulak juga bertugas sebagai koordinator atas seluruh stasiun meteorologi dan klimatologi yang ada di wilayah NTT. NTT sudah memiliki 14 kantor yang berkecimpung di bidang meteorologi, geofisika dan klimatologi yakni Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kelas I Kupang, Stasiun Metereologi Kelapa Lima Kupang, Stasiun Klimatologi Lasiana dan Kantor Stasiun Metereologi yang ada di 11 kabupaten diluar daratan Timor. Marulak mengakui, BMG sedang berupaya meningkatkan pencatatan peluang terjadinya gempa bumi disertai gelombang tsunami di wilayah NTT melalui program deteksi dini gelombang tsunami atau Tsunami Early Warning (TEW). Sejak awal tahun 2005, BMG Pusat sudah merencanakan penempatan alat sensor gempa tektonik yang juga mampu membaca gejala-gejala tsunami di NTT. Pasca-gempa tektonik di Kabupaten Alor 12 Nopember 2004, BGM pusat membantu pengadaan satu unit peralatan sensor sebagai tindaklanjut dari penanganan gempa Alor dan program TEW. "BMG juga sudah mengalokasikan dua unit peralatan serupa yang didanai dari APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2005 yang akan ditempatkan di Maumere Kabupaten Sikka dan Ruteng Kabupaten Manggarai namun baru akan direalisasi dalam tahun 2006," ujarnya. Peralatan sensor yang sudah ada di Alor (nantinya di Ruteng dan Maumere) akan mendeteksi kemungkinan terjadi tsunami setelah mencuat gempa bumi. "Atas petunjuk sensor itu dapat diketahui gejala-gejala tsunami sehingga masyarakat dapat menghindari dampak bencana alam yang dahsyat itu," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006