Jakarta (ANTARA) - Dokter yang dihadirkan sebagai ahli di persidangan kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) menyampaikan hasil visum terhadap terdakwa yang menunjukkan ada luka lebam dan luka lecet di beberapa bagian tubuhnya.

“Saat (pemeriksaan) itu, saya menemukan beberapa luka lecet dan luka lebam yang saat itu disimpulkan akibat dari benda tumpul,” kata dr Novia Theodor Sitorus menjawab pertanyaan Jaksa Paris Manalu saat sidang di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.

Dokter Novia merupakan petugas di RS Polri Kramat Jati yang memeriksa kondisi tubuh salah satu terdakwa, yaitu Briptu Fikri Ramadhan setelah adanya insiden 6 anggota FPI tewas pada 7 Desember 2020.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Novia menerangkan luka lebam ditemukan di pipi, luka lecet di leher, dan tangan.

Baca juga: Sidang lanjutan kasus "Unlawful Killing" FPI digelar Selasa 26 Oktober

Luka-luka tersebut merupakan hasil dari benda tumpul, tetapi Novia tidak dapat memastikan benda atau alat yang menyebabkan lecet dan lebam pada wajah, leher, dan lengan terdakwa.

Terkait itu, tim penasihat hukum yang dipimpin Henry Yosodiningrat meminta penjelasan dari Novia soal kekerasan akibat benda tumpul.

“Kekerasan (akibat benda tumpul) disebabkan oleh benda-benda yang permukaannya tumpul. Contohnya, bisa batang pohon, kayu, yang permukaannya tumpul,” terang Novia.

Henry menanyakan kemungkinan kepalan tangan menjadi benda tumpul. Novia menjawab kepalan tangan dapat masuk kategori benda tumpul jika permukaannya tumpul.

Baca juga: Sidang kasus "unlawful killing" dipindahkan ke PN Jaksel

Walaupun demikian, Novia tidak dapat memastikan Fikri telah mengalami penganiayaan dari temuan luka-luka tersebut. Novia sebagai dokter yang menjalankan visum et repertum (VeR) hanya dapat mencatat luka-luka yang ada pada tubuh Fikri saat pemeriksaan.

Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan merupakan salah satu terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang terhadap enam anggota FPI. Terdakwa lainnya, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella.

Jaksa telah mendakwa Fikri dan Yusmin melakukan pembunuhan sewenang-wenang/di luar hukum terhadap enam anggota FPI.

Enam anggota FPI yang tewas pada insiden itu, yaitu Muhammad Suci Khadavi (21), Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), Luthfi Hakim (25), dan Andi Oktiawan (33).

Baca juga: Penyidik Polri serahkan berkas tahap I kasus "unlawful killing"

Dua terdakwa itu oleh penuntut umum dijerat dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan tujuh tahun penjara.

Dalam keterangannya di persidangan pada 7 Desember 2021, Fikri menyampaikan ia tidak sadar telah menembak korban karena saat itu korban mencekik, mencakar, dan berusaha merebut senjatanya.

Fikri saat kejadian berada dalam satu mobil yang sama dengan empat korban. Insiden penembakan itu terjadi saat Fikri, Yusmin, dan petugas lainnya Ipda Elwira Priadi dalam perjalanan menuju Polda Metro Jaya.

Ipda Elwira sempat menjadi tersangka kasus pembunuhan anggota FPI, tetapi ia meninggal dunia karena kecelakaan sebelum persidangan dibuka oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022