Pemerintah Kabupaten Jayapura berusaha menertibkan penjualan miras dengan menetapkan retribusi sebesar Rp100 juta per tahun sebagai solusi.
Sentani (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Jayapura, Papua, menetapkan retribusi minuman keras sebesar Rp100 juta per tahun, guna menertibkan peredaran minuman beralkohol di wilayah tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KA) Kabupaten Jayapura Theofilus R. Tegai, di Sentani, Senin, mengatakan demi ketertiban penjualan minuman keras (Miras) di wilayah Kabupaten Jayapura, diperlukan peraturan yang tegas.

"Penjualan miras di Sentani saat ini cukup menjamur walaupun para penjual tidak mengantongi surat izin," katanya.

Ia mengatakan, yang lebih memprihatinkan lagi adalah para pedagang menjual terlebih dahulu, kemudian mengurus surat izin dengan cara memaksa pemerintah untuk menerbitkan.

Bahkan, kata dia, sebagian besar penjualan miras di Sentani umumnya dilakukan oleh para pedagang yang juga menjual kebutuhan sembilan bahan pokok, padahal dalam aturan penerbitan surat izin itu tidak ada, kecuali tempat hiburan malam seperti bar, pub dan karaoke.

Theofilus mengatakan, dampak penjualan miras secara bebas di masyarakat sangat besar, 90 persen tindakan kriminal terjadi, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kecelakaaan lalu lintas, karena para pelaku sedang dalam pengaruh alkohol.

Untuk itu, kata dia, Pemerintah Kabupaten Jayapura berusaha menertibkan penjualan miras dengan menetapkan retribusi sebesar Rp100 juta per tahun sebagai solusi yang sangat tepat.

Diakui Theofilus, salah satu bisnis yang menjanjikan di wilayah itu adalah usaha minuman keras, sebab hampir semua golongan masyarakat menyukai minuman yang memabukkan ini, sehingga meskipun tidak ada uang diusahakan bagaimana caranya agar bisa dinikmati.

Selain itu, kata dia, pemerintah setempat sedang menggodok peraturan daerah yang mengatur tentang minuman keras.

"Kami berusaha menekan jumlah peredaran miras di Sentani, karena dampaknya di masyarakat cukup besar," ujarnya.

(KR-HLM/13/06/2011) (ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011