Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid berpendapat bahwa pemikiran-pemikiran cendekiawan Soedjatmoko mengenai pembangunan manusia masih relevan apabila direfleksikan kembali di masa sekarang.

“Pikiran-pikiran tentang pembangunan (dari beliau) saya kira sangat signifikan. Sudah sepatutnya di masa sekarang dipikirkan dan dilihat kembali karena ada banyak isu yang saya kira (relevan), seperti bagaimana caranya menghadapi disrupsi dan tantangan ekonomi. Kita bisa belajar banyak dari apa yang dikatakan Soedjatmoko 30 hingga 40 tahun yang lalu,” kata Hilmar dalam video sambutannya saat acara peluncuran situs Membaca Soedjatmoko pada Senin.

Menurut Hilmar, pertanyaan serta pemikiran Soedjatmoko mengenai pembangunan tersebut dimulai dari kritik mendasar, yakni bahwa pembangunan bukan semata-mata soal ekonomi atau perkenalan terhadap teknologi baru hingga bisnis baru.

Baca juga: Kemendikbudristek gandeng industri kembangkan gim lokal

Salah satu syarat paling penting dalam pembangunan manusia dalam pemikiran Soedjatmoko adalah pendidikan yang dapat membuka pikiran manusia untuk membuat perubahan-perubahan di masa depan, kata Hilmar.

Selain itu, pendidikan yang memberi ruang atas kritik untuk generasi terdahulu, lanjut Hilmar, dapat membuka kemampuan orang-orang untuk melihat kembali struktur dan sistem yang telah mapan.

“Juga ditekankan bahwa pendidikan bukan cuma sekadar mengajarkan bagaimana caranya orang memahami dunia lebih baik, tetapi juga memiliki tanggapan jiwa dari generasi yang berbeda dari generasi sebelumnya,” ujarnya.

Perihal pendidikan, Hilmar juga menyinggung mengenai pentingnya peranan ilmuwan dalam pembangunan manusia.

“Dalam berbagai kesempatan, Soedjatmoko selalu menekankan pentingnya investasi untuk riset untuk pengembangan pengetahuan dan untuk pendidikan, khususnya pendidikan tinggi,” katanya.

Hilmar mengatakan dalam pandangan Soedjatmoko, Indonesia memiliki masalah yang sangat serius untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, terutama negara maju. Oleh sebab itu, ilmuwan memegang peranan kunci untuk memahami suatu realitas hingga dapat merekomendasikan strategi pembangunan yang tepat sasaran.

“Sebetulnya Soedjatmoko mengansitipasi satu tema yang sekarang populer soal knowledge to policy bahwa kebijakan pembangunan kita mestinya bertopang pada pengetahuan dan analisis pemahaman yang jitu mengenai realitas sehingga keluar strategi pembangunan yang memang tepat,” katanya.

Dalam rangka mengenang 100 tahun kelahiran Soedjatmoko, Hilmar juga menyimpan kesan yang mendalam mengenai sosok cendekiawan itu yang mampu menonjolkan kepercayaan diri dalam hal intelektualitas semasa hidupnya.

Menurutnya, Indonesia sudah semestinya bersyukur karena pernah memiliki Soedjatmoko dalam sejarah intelektual yang menyumbang banyak pemikiran di berbagai bidang, mulai dari budaya, sastra, sosial, pembangunan ekonomi, sains, hingga agama.

“Kita mesti ingat, beliau tidak pernah tamat sekolah tinggi jadi pengetahuannya dikumpulkan betul-betul dari perjalanan sebagai intelektual dan sebagai politisi. Jadi tantangan yang ada di sekitarlah yang sebetulnya membimbing pemikiran intelektualnya,” tuturnya.

Baca juga: UT selenggarakan sarasehan bahas transformasi perguruan tinggi

Baca juga: Tokocrypto dukung program Kampus Merdeka Kemendikbudristek

Baca juga: P2G apresiasi Kemendikbudristek buka ruang untuk kurikulum prototipe

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022