Jakarta (ANTARA News) - Pengacara Agusrin M Najamuddin, Marthen Pongrekun membantah 12 tuduhan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang beberapa waktu lalu melansir 12 kejanggalan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan membebaskan Gubernur nonaktif Bengkulu ini.

Dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis, Marthen mengatakan bahwa tuduhan yang dilamatkan kepada klien tidak benar dan mengada-ada.
     
Kedua belas bantahan tersebut adalah:

1. Tidak benar kalau Putusan PN Bengkulu atas nama Chairudin menyatakan adanya keterlibatan Gubernur dan kerjasama dengan Chairuddin untuk membuka rekening khusus di BRI Cabang Bengkulu.

Menurut Marthen, faktanya Putusan PN Bengkulu mengenai perkara Korupsi yang diperkuat oleh PT Bengkulu dan Putusan MA yang menghukum Drs Chairuddin, dalam pertimbangan hukum pada pengadilan tersebut menyatakan bahwa perbuatan Drs. Chairuddin tersebut adalah merupakan tanggung jawab dirinya sendiri.  

Hal tersebut memang sesuai dengan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tersebut yang menyatakan: "Terdakwa Drs. Chairuddin, Kadispenda Propinsi Bengkulu atas inisiatif sendiri membuka rekening pada Bank BRI Cabang Bengkulu."
     
Sesuai Putusan PN Bengkulu dan diperkuat oleh Putusan PT Bengkulu menyatakan bahwa Drs. Chairuddin terbukti melakukan pemalsuan tanda tangan Agusrin, sehingga tidak benar dan sangat mengada ada pernyataan dari ICW tersebut, tegas Marthen.
     
Justru Seandainya pihak Kejaksaan mempertimbangkan Putusan PN Bengkulu tersebut, maka seharusnya perkara Agusrin dihentikan penyidikannya atau tidak dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.

2. Tidak benar kalau hasil perhitungan BPK tanggal 30 Juli 2007 menyatakan adanya kerugian negara sejumlah Rp20.162.974.300,  karena faktanya dalam pemeriksaan BPK tersebut, hanya menyatakan di duga  berpotensi  merugikan keuangan daerah, bukan telah merugikan keuangan daerah, jadi tidak ada kalimat telah merugikan keuangan negara itu.
    
"Kami sangat menyayangkan pernyataan ICW tersebut,yang berbicara tanpa ada bukti yang jelas. Justru  keterangan Saksi Ahli dari BPK yang diajukan oleh JPU dalam persidangan di PN Jakarta Pusat menyatakan dengan sangat tegas  tidak ada kerugian negara dalam perkara ini," kata Marthen.
     
3.  Sepengetahuan tim kuasa hukum tidak benar saksi - saksi  dicecar dan dipojokan dalam persidangan oleh Hakim, semua saksi di minta oleh hakim menjelaskan yang sebenarnya.
     
Marthen mengungkapkan bahwa hakim mengatakan bahwa jangan  menjelaskan yang tidak sebenarnya, nanti bisa di hukum kalau berbohong, atau  memberikan kesaksian palsu dan ini sering di sampaikan hakim kepada semua saksi saksi. Sejak awal, Hakim sudah menyatakan dalam sidang mengundang Pers, LSM maupun Mahasiswa, ICW untuk mengikuti jalannya persidangan ini dari awal sampai akhir.
    
Pesan tersebut disampaikan agar semuanya terang benderang dan faktanya semua saksi-saksi sepengetahuan kami diperlakukan sama oleh Majelis Hakim yang telah memimpin persidangan, secara objektif, independen dan tidak diskriminatif, ini bisa dibuktikan dengan video rekaman jalannya persidangan.
      
4. Tidak benar Agusrin melakukan pengerahan massa dalam proses persidangan sebagai upaya untuk mengintimidasi, karena faktanya persidangan tersebut berjalan tertib, lancar dan aman, tidak ada gangguan sedikitpun yang hadir dalam persidangan.
     
Bahwa ada pengunjung yang datang ke persidangan adalah atas inisiatif sendiri, semuanya tertib mengikuti persidangan,dan tidak ada sedikitpun mengadakan intimidasi,jadi pernyataan ICW itu adalah  pernyataan yang sangat memojokan dan tidak  berdasar sama sekali.
     
5. Tidak benar yang katanya ada surat asli Gubernur No. 900, yang katanya ditandatangani Agusrin, karena faktanya kliennya memang tidak pernah menandatangani surat No. 900 tersebut, dan pihaknya sudah melaporkan pemalsuan tanda tangannya oleh Chairudin ke polisi, dan sudah di sidangkan di PN Bengkulu dan telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah memalsukan tanda tangan Agusrin dan sudah berkekuatan hukum tetap.
    
Dalam kasus ini Chairudin pun sudah menjalani hukuman terhadap pemalsuan tanda tangan dan juga dalam persidangan Chairudin juga sudah mengakui telah memalsukan tanda tangan Agusrin sesuai dengan  pernyataannya tertanggal 4 Maret 2007.
    
Bahwa surat pernyataan tanggal 4 Maret 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh Chairuddin secara tegas menyatakan bahwa tanda tangan Agusrin dipalsukan dan tidak ada aslinya surat pernyataan tersebut tidak pernah dibantah olehnya di depan persidangan.
     
6. Marthen juga mengatakan bahwa tidak benar pada saat JPU menunjukan bukti surat yang katanya asli dipotong oleh Hakim, karena sangat jelas dalam persidangan dan di dukung oleh Rekaman CD.
    
Dia juga menegaskan bahwa Hakim tidak pernah menghambat upaya JPU dalam membuktikan dakwaannya,hanya saat hakim minta penjelasan tentang asal muasal surat tersebut, JPU tidak mampu menjelaskan.
    
Selain itu juga dikatakan bahwa saat ditanya kalau itu asli maka pasti sama dengan yang di scan, tapi kenapa faktanya semuanya berbeda, bahkan hakim sempat mengatakan kalau yang discan ayam pasti keluarnya juga ayam, tapi mengapa yang discan ayam kok keluarnya kambing.
     
Marthen juga mengungkapkan bahwa Hakim pernah mengingatkan Penuntut Umum agar mengajukan pertanyaan- pertanyaan kepada saksi untuk membuktikan dakwaannya, jangan bertanya yang tidak ada kaitannya dengan pokok permasalahan karena hanya akan menghabiskan waktu saja.
      
7. Bukti foto tumpukan uang itu jelas adalah rekayasa dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Agusrin, fakta tersebut sudah dibuktikan dalam persidangan, yang diperkuat oleh Surat Pernyataan di atas meterai Chairuddin tanggal 28 Oktober 2007 yang menyatakan tidak pernah memberikan uang kepada Gubernur maupun kepada Staf Gubernur.

8. Tidak benar ada permufakatan untuk menarik uang sebesar Rp9.174.846.000 dimana Rp7 miliar lebih digunakan untuk pribadi Agusrin.
     
"Informasi ICW ini adalah sangat mengada ada, karena sesuai fakta hukum yang terungkap di persidangan itu tidak benar adanya permufakatan itu, itu bohong, itu fitnah, karena kenyataannya memang sepeserpun dana tersebut tidak ada yang dinikmati oleh Agusrin karena kenyataannya sepeserpun uang negara tidak ada yang hilang," katanya.

9. Tidak benar Agusrin menutupi temuan BPK Rp21,3 miliar karena faktanya klienlah yang menindak lanjuti temuan BPK tersebut dengan berulang kali meminta Chairudin agar segera  mengembalikan uang tersebut ke Kas Daerah.
    
"Dan faktanya benar Chairudin telah mengembalikan uangnya ke kas daerah jauh sebelum BPK selesai mengadakan audit rutin tahunan di Pemda Propinsi Bengkulu dan juga jauh sebelum kasus ini di sidik oleh aparat penegak huku," katanya.
     
Mengenai investasi BUMD, lanjutnya, adalah investasi membangun pabrik CPO untuk menaikkan harga sawit rakyat yang sangat murah karena kekurangan pabrik CPO di Bengkulu, dan investasi itu sangat menguntungkan rakyat dan BUMD dan kenyataannya memang betul BUMD untung besar dalam investasi itu dan uangnya sudah masuk semua ke rekening BUMD.

10. Tidak benar Agusrin melakukan proses pengembalian dana secara fiktif pasca temuan BPK, karena faktanya di persidangan sangat jelas dan terang yang mengembalikan dana tersebut adalah Chairuddin sendiri.
     
11. Bahwa memang sudah merupakan kelaziman, bahwa Putusan Pengadilan Negeri yang dibacakan di persidangan membutuhkan waktu beberapa hari, baru kemudian pihak terkait dapat memperoleh putusan dimaksud.
     
12.   Bahwa kecurigaan tentang adanya praktik mafia hukum dalam kasus Agusrin adalah pernyataan yang tidak benar, tanpa dasar dan tidak bertanggungjawab karena sejak awal kami yakin kliennya tidak bersalah, dan ini juga ternyata  sesuai dengan fakta fakta dan alat alat  bukti yang terungkap dalam persidangan.

"Kami berkeyakinan sejak awal dari fakta fakta dan alat alat bukti yang ada siapapun hakim yang mengadili Agusrin, dan di Pengadilan manapun dia di adili beliau harus dibebaskan dari semua dakwaan ,karena memang beliau tidak bersalah,dan ini sesuai dengan fakta dan bukti bukti yang terungkap di persidangan," tegasnya.
(J008)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011