Tel Aviv (ANTARA News) - Israel akan melakukan segala sesuatu untuk mencegah armada kapal internasional mencapai Jalur Gaza, meski kapal-kapal itu mungkin tidak membawa senjata, kata satu sumber militer, Kamis.

Sumber yang menolak disebutkan namanya itu mengatakan, blokade laut Israel hanya akan dianggap sah jika diberlakukan pada seluruh zona sekitar wilayah kantung kecil Palestina itu dan mendesak penyelenggara armada tersebut tidak menantang angkatan laut Israel.

"Tidak ada kapal yang bisa masuk Gaza," kata sumber itu, dengan menambahkan bahwa militer telah merancang taktik baru untuk menghindari pertumpahan darah seperti tahun lalu ketika pasukan marinir Israel membunuh sembilan aktivis setelah menyergap armada enam kapal mereka di perairan internasional.

Kelompok-kelompok pro-Palestina merencanakan armada baru yang menurut mereka akan membawa bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza yang dikuasai Hamas, dan berharap memulai pelayaran bulan ini.

Sumber keamanan senior itu mengatakan, ia memperkirakan 10-15 kapal mengambil bagian dalam perjalanan tersebut.

"Saya yakin armada ini tidak membawa senjata yang diselundupkan ke Gaza," katanya kepada sekelompok wartawan.

"Namun, blokade keamanan maritim hanya dianggap sah jika itu efektif dan lengkap. Anda tidak bisa mempertahankan blokade maritim selektif menurut hukum internasional. Anda tidak bisa mengatakan siapa yang bisa masuk dan siapa tidak," tambahnya.

Para pejabat Israel mengatakan, armada kapal bantuan bisa digunakan sebagai selubung untuk membantu memasok senjata bagi Hamas, kelompok pejuang garis keras Palestina yang menolak mengakui Israel dan menembakkan roket serta mortir ke negara Yahudi tersebut.

Palestina menganggap blokade laut Israel itu tidak sah dan semakin memperparah ekonomi Gaza yang terbelakang.

Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei 2010.

Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.

Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.

Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei 2010. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.

Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.

Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.

Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.

Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.

Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.

Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.

Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.

Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina sempat terpecah menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris, demikian Reuters melaporkan. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011