Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Prof Didiek Hadjar Goenadi mengatakan perlu terus mengawal keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) agar bekerja optimal mewujudkan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nasional di kancah global.

“Dengan asumsi positif bahwa tujuan pembentukannya adalah untuk mempercepat pencapaian keunggulan iptek nasional di kancah global melalui hilirisasi invensi atau inovasi, maka keberadaan BRIN perlu dikawal untuk tidak keluar dari jalur tujuan utamanya dan mengurangi dampak merusak yang mungkin akan terjadi,” kata Didiek dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Didiek menanggapi polemik tentang keberadaan dan kemanfaatan BRIN perlu segera diakhiri dengan masing-masing pihak yang pro dan kontra dapat mengekang ambisinya masing-masing.

Baca juga: Peneliti BRIN: Kemampuan pelacakan kontak harus ditingkatkan

Dengan demikian, Didiek menuturkan BRIN dapat bekerja secara maksimal dan membuktikan bahwa apa yang dijanjikan dapat dipenuhi sehingga cita-cita mencapai Indonesia Emas tahun 2045 terwujud lebih cepat.

Menurut dia, polemik tentang BRIN yang mengintegrasikan sejumlah lembaga riset dan pengembangan saat ini disebabkan oleh pemahaman yang sepotong-sepotong dan kemampuan komunikasi publik yang kurang memadai.

“Tidak mungkin sebuah kebijakan dapat memuaskan semua pihak. Yang perlu diupayakan adalah pengorbanan yang paling minimal untuk mencapai hasil yang paling maksimal,” tuturnya.

Ia menyarankan salah satu cara penyelesaian kasus status dan karyawan periset di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) adalah dengan memanfaatkan posisi LBME terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo yang sudah berstatus Badan Layanan Umum (BLU).

Ia menuturkan dalam periode sebelum BRIN siap dengan mengelola dan membina periset non-aparatur sipil negara (ASN) seperti sebagian besar yang ada di LBME, maka LBME dapat diakuisisi oleh BLU RSCM dengan target utama pengembangan produk atau metode medis berbasis bioteknologi maju, termasuk vaksin dan obat-obatan penting.

“ketika BRIN sudah siap mengelola periset non-ASN, maka LBME dapat dipisahkan dari BLU RSCM dan berdiri sendiri sebagai organisasi riset tersendiri secara sah dan legal masuk di dalam konstelasi BRIN,” ujarnya.

Sebelumnya, kontrak kerja sebanyak 113 tenaga tenaga honorer dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) tidak berlanjut setelah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman bergabung ke BRIN.

Kontrak kerja mereka sebagai tenaga honorer dan PPNPN di Lembaga Eijkman berakhir per 31 Desember 2021.

Di samping itu, mantan PPNPN Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait masalah pemberhentian kontrak kerja pascaintegrasi BPPT ke BRIN.

Eks PPNPN BPPT yang tergabung dalam Paguyuban PPNPN BPPT itu meminta agar dapat kembali dipekerjakan oleh BRIN.

Baca juga: BRIN: Transmisi lokal Omicron terus-menerus tingkatkan kasus COVID-19
Baca juga: Kepala BRIN: Integrasi Eijkman ke BRIN perkuat kelembagaan
Baca juga: Peneliti BRIN identifikasi tumbuhan paku jenis baru di Papua Nugini


Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022