Pekanbaru (ANTARA News) - Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo mengisyaratkan jajarannya untuk meninjau kemungkinan dibuka kembali proses hukum terkait kasus pembalakan liar 14 perusahaan di Provinsi Riau, yang penyidikannya telah dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Selama ada bukti baru penyelidikan bisa dilanjutkan," ujar Timur Pradopo pada kunjungannya di Pekanbaru, Riau, Jumat.

Timur Pradopo mengaskan, pihak kepolisian tetap akan berpatokan pada aturan hukum yang berlaku untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

"Kita tetap harus berangkat dari aturan hukum yang berlaku," katanya.

Sebelumnya, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) pada awal Juni lalu meminta Polri untuk mempertimbangkan agar membuka kembali penyidikan terhadap 14 perusahaan yang diduka melakukan pembalakan liar di Riau. Kasus tersebut dihentikan Kepolisian Daerah Riau dengan menerbitkan SP3 pada Desember 2008.

"Alasan penerbitan SP3 menimbulkan keraguan serta ketidakpastian karena terdapat banyak kejanggalan terkait materi pembuktian maupun penunjukan ahli," kata Sekretaris Satgas MPH, Denny Indrayana, usai rapat koordinasi pembahasan SP3 kasus 14 perusahaan terlibat pembalakan liar, di Pekanbaru pada 8 Juni silam.

Saat itu Denny Indrayana memaparkan, kejanggalan dalam penerbitan SP3 terdapat pada penunjukan ahli dari Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Riau. Penunjukan itu dinilai memiliki potensi konflik kepentingan.

Kemudian kejanggalan lainnya adalah pengabaian ahli-ahli independen yang selama ini kesaksiannya digunakan oleh pengadilan dalam kasus-kasus pembalakan liar. Padahal, keterangan ahli itu telah memperkuat upaya pemenuhan unsur-unsur pidana yang disangkakan.

Satgas PMH juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti proses hukum terkait kasus pembalakan liar 14 perusahaan di Riau, dengan mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Dengan adanya putusan MA No.736 K/Pid.Sus/2009 atas perkara Tengku Azmun di tingkat kasasi, lanjutnya, telah memunculkan petunjuk sekaligus bukti baru bahwa penerbitan izin untuk perusahaan PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) dan PT Madukoro adalah melawan hukum dan oleh karenanya tidak sah.

Karena itu, keterangan para ahli dari Kementerian Kehutanan yang dijadikan dasar pertimbangan penerbitan SP3 terhadap 14 perusahaan tersebut menjadi tidak bernilai karena bertentangan dengan putusan MA.

Tindak lanjut kasus tersebut juga diperlukan karena Satgas PMH menyatakan kerusakan lingkungan akibat pembalakan liar yang melibatkan 14 perusahaan telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp1.994 triliun. Kerugian itu belum termasuk akibat hilangnya nilai kayu atau log sebesar Rp73 triliun.

(F012/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011