Jakarta (ANTARA) - Aktivis Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi titik balik keterwakilan perempuan di parlemen.

"Salah satu hambatan dalam gerakan mendorong keterwakilan perempuan politik saat ini, adanya stigma bahwa kehadiran perempuan di parlemen itu kurang berkontribusi secara substantif terhadap produk kebijakan dan anggaran yang pro perempuan," kata Titi Anggraini kepada Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Dengan adanya RUU TPKS, kata dia, akan menjadi titik balik. Selama ini stigma keterwakilan perempuan dalam bentuk jumlah juga diikuti secara substansi dengan mendorong pengesahan RUU.

"Ini juga menjadi perjuangan, tidak hanya perempuan politik di DPR, tetapi bagi kami yang melakukan penguatan keterwakilan perempuan di politik," kata aktivis perkumpulan Maju Perempuan Indonesia itu.

Terkait dengan adanya narasi kriminalisasi berlebihan terhadap perempuan dalam RUU TPKS, menurut dia, hal itu tidak terbukti.

Ia lantas mencontohkan narasi yang sama sebelum pembahasan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Namun, hingga saat ini kriminalisasi berlebihan itu bahkan tidak terbukti.

Titi mengapresiasi komitmen Ketua DPR yang mendorong RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR.

"RUU ini subtansinya komplet, selain penegakan hukum, juga ada perlindungan dan pemenuhan hak korban," ujarnya.

Dalam pembahasan RUU TPKS selanjutnya, Titi berharap secara terbuka dan ada ruang bagi para aktivis perempuan memberikan masukan untuk memperkaya substansi RUU tersebut.

Puluhan perwakilan aktivis perempuan dan organisasi perempuan melakukan kunjungan ke Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu. Mereka menyampaikan saran kepada Ketua DPR RI Puan maharani terkait dengan pembahasan RUU TPKS.

Lembaga dan organisasi perempuan dan masyarakat sipil itu, antara lain Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), akademikus, dan mahasiswa.

"Saya ingin terbuka, DPR terbuka menerima masukan kalau ada hal-hal yang ingin disampaikan," kata Ketua DPR RI Puan Maharani.

Puan menegaskan komitmen dalam pengesahan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR.

Pemerintah dan DPR, kata dia, akan bersama-sama membahas daftar inventaris masalah (DIM) usai RUU itu disahkan pekan depan.

Dalam pembahasan RUU itu, pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dan sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

"Kami ingin menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan tidak cacat hukum," kata Puan menegaskan.

Baca juga: Komnas Perempuan: Pengesahan RUU TPKS mendesak dan genting

Baca juga: Komnas Perempuan: Hanya 30 persen kasus yang diproses hukum

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022