Saya rela bertekuk lutut di bawah kaki ibu dan Presiden SBY, agar jenazah kakak saya bisa dipulangkan ke Indonesia, ke keluarga,"
Bekasi (ANTARA News) - Warna baju biru muda yang dikenakan Mumun seterang langit siang di atas Jalan Raya Sukatani, Cikarang, Bekasi.

Pijaran sinar matahari yang menggigit kulit memantul indah dari air bening yang berlinang dipipinya.

Dialah adik kandung Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia yang mendapat hukuman pancung di Arab Saudi pada hari Sabtu(18/6)karena membunuh majikan perempuannya.

Dialah yang saat itu berdiri gentar dengan tubuh gemetar di hadapan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar pada Rabu.

Bicaranya sedikit tak beraturan, akibat bercampur tangis dan kesedihan yang mendalam.

Namun dia berteriak lantang, "Saya memohon kepada ibu untuk memulangkan jenazah kakak saya, agar pihak keluarga bisa merasa lebih tenang".

Kerudung yang menutup kepalanya mulai sedikit berantakan, namun dia tak peduli, dilanjutkannya tutur kata yang mengganjal dihati kepada menteri.

"Harus secepatnya bu, secepatnya bawa jenazah ke kampung halaman, katanya.

Tidak puas sampai disitu, Mumun juga mengatakan bahwa dirinya rela bersujud di hadapan menteri ataupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekalipun.

Hanya agar keinginan keluarga terkait pemulangan jenazah bisa dipenuhi.

Hanya agar bisa bertemu dengan Ruyati, meski hanya tinggal tubuh kaku pertanda mati.

"Saya rela bertekuk lutut di bawah kaki ibu dan Presiden SBY, agar jenazah kakak saya bisa dipulangkan ke Indonesia, ke keluarga," katanya.

Usahakan
Menanggapi hal tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan dirinya akan berusaha tapi tidak berjanji.

"Insya Allah saya akan berusaha untuk membantu tapi saya tidak berjanji," kata Menteri.

Pada hari Rabu menjelang siang itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengunjungi rumah duka Ruyati.

Melalui kunjungannya, Menteri ingin memberi dukungan moril kepada pihak keluarga agar dapat terus bersikap tabah dan sabar dalam menghadapi masalah tersebut.

Linda mengatakan dirinya secara pribadi dan sekaligus mewakili pemerintah mengucapkan rasa duka cita mendalam atas kasus Ruyati.

"Pemerintah sudah berupaya yang terbaik dan saya rasa tidak ada pemerintah yang ingin mencelakakan warga negaranya," katanya.

Menteri juga menambahkan pemerintah akan terus meningkatkan kerja sama dan diplomasi dengan pihak Arab Saudi terkait masalah TKI.

Selain itu, menurut Linda, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri perlu segera direvisi.

Revisi itu perlu dilakukan sebagai salah satu solusi agar kasus seperti Ruyati tidak terulang kembali.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan mendorong UU 39 Tahun 2004 bisa segera direvisi," kata Linda.

Linda menjelaskan, sejauh ini pasal-pasal dalam UU 39 Tahun 2004 belum menyebutkan secara rinci mengenai perlindungan terhadap TKI termasuk mengenai masalah hukum.

"Pasal-pasal dalam UU tersebut lebih mengatur mengenai masalah penempatan. Karena itu saya mendorong dilakukan revisi agar bisa lebih optimal dalam mengatur masalah perlindungan bagi TKI termasuk masalah hukum dan khususnya perlindungan bagi TKI wanita," katanya.

Dia menambahkan, untuk mewujudkan hal itu pihaknya akan mendorong dan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja wanita di luar negeri khususnya di sektor informal melalui revisi UU 39 Tahun 2004.

"Masalah TKI berada di wilayah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sehingga kami akan melakukan koordinasi dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta dengan instansi lain terkait revisi UU tersebut," katanya.

Linda juga menambahkan perlunya membekali TKI mulai dari rekrutmen, pelatihan hingga penempatan mengenai pengetahuan tentang hukum dan budaya negara tujuan sekaligus pentingnya pengawasan dan penegakan hukum.

"Tujuannya agar para TKI mampu melindungi dirinya saat bekerja di luar negeri," katanya.

Linda juga mengatakan bahwa dirinya terkejut dan prihatin dengan masalah tersebut.

"Kasus pemancungan terhadap TKI Ruyati ini memprihatinkan, saya berharap tidak ada lagi kasus serupa pada masa mendatang, untuk itu revisi UU perlu dilakukan sesegera mungkin," katanya.

Sementara itu, Deputi Perlindungan Perempuan dan TKI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Syafrudin Setiabudi mengatakan carut marut permasalahan TKI terdapat di tiga sektor yakni prapenempatan, penempatan hingga pascapenempatan.

"Sekitar 60 persen masalah terjadi pada saat prapenempatan, sementara saat penempatan sebanyak 20 persen dan pascapenempatan 20 persen," katanya.

Dia mencontohnya, permasalahan terjadi ketika perusahaan penyalur jasa TKI tidak mengikuti prosedur rekrutmen dengan baik, misalkan usia dibawah umurm pendidikan yang sangat minim dan lain sebagainya.

Dia juga menambahkan, kementeriannya berharap UU 39 Tahun 2004 bisa direvisi pada tahun 2011 ini.

"Apabila UU tersebut telah berhasil direvisi saya kira permasalahan TKI bisa diminimalisasikan," katanya.
(W004/A011)

Oleh Wuryanti Puspitasari
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011