Para peneliti menemukan bahwa berbagai upaya konservasi intensif saat ini untuk burung Regent Honeyeater tidak cukup untuk menyelamatkan spesies tersebut.
Jakarta (ANTARA) - Salah satu spesies burung Australia yang ikonis, Regent Honeyeater sedang menghadapi ancaman kepunahan dalam 20 tahun jika tidak segera dilakukan upaya konservasi, seperti diperingatkan para ilmuwan.

Dalam sebuah studi yang diterbitkan baru-baru ini, para peneliti dari Australian National University (ANU) menemukan bahwa berbagai upaya konservasi intensif saat ini untuk burung Regent Honeyeater tidak cukup untuk menyelamatkan spesies tersebut.

"Populasi burung Regent Honeyeater merosot tajam akibat hilangnya lebih dari 90 persen habitat hutan pilihan mereka," ujar Rob Heinsohn, penulis utama studi tentang burung tersebut dari ANU, dalam rilis media pada Kamis (13/1).

Burung penyanyi endemik di Australia tenggara itu pernah menjadi salah satu spesies paling umum di benua itu. Namun, populasinya telah merosot menjadi kurang dari 300 ekor akibat hilangnya habitat.

"Kurang dari 80 tahun yang lalu, burung itu merupakan salah satu spesies yang paling umum ditemui, mulai dari Adelaide hingga Rockhampton. Sekarang ini burung tersebut tengah mengikuti jejak kepunahan burung dodo," ujar dia.

Tim Heinsohn melakukan kerja lapangan intensif selama enam tahun guna memahami lebih baik penurunan dramatis populasi burung Regent Honeyeater tersebut.
 
Foto yang disediakan oleh Australian National University (ANU) pada 13 Januari 2022 ini menunjukkan burung Regent Honeyeater, salah satu burung yang paling terancam punah di Australia. (Xinhua/ANU


Meskipun sifat alami nomaden burung itu membuat pekerjaan tersebut menjadi sulit, tim tersebut menemukan bahwa tingkat keberhasilan pengembangbiakan burung Regent Honeyeater menurun akibat ancaman predator di sarangnya.

Tim itu menggunakan temuan mereka untuk membangun model populasi guna memprediksi apa yang akan terjadi pada populasi liar, mengidentifikasi tiga prioritas konservasi utama guna menyelamatkan spesies tersebut, yakni menggandakan keberhasilan sarang, meningkatkan jumlah burung yang dibiakkan di kebun binatang untuk dilepasliarkan ke alam, serta melindungi habitat.

"Tanpa lebih banyak habitat, reintroduksi dan upaya perlindungan sarang akan menjadi sia-sia, karena ukuran kawanan itu tidak akan pernah mencapai massa kritis yang dibutuhkan burung tersebut untuk berkembang biak dengan aman tanpa perlindungan kita," ujar Heinsohn.

"Studi kami memberikan sekaligus harapan dan peringatan yang mengerikan. Kita dapat menyelamatkan burung-burung ini, tetapi akan membutuhkan banyak upaya dan sumber daya dalam waktu yang lama untuk melakukannya," katanya. 
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2022