Morotai punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.... sudah semestinya pemerintah pusat memperhatikan pembangunan di Morotai ini..
Pulau Dodola, Morotai (ANTARA News) - Produser film dokumenter The Beauty of Morotai, Christine Hakim, Selasa, melakukan napak tilas jejak Panglima AS di Theater Asia-Pasifik pada Perang Dunia II, Jenderal Douglas MacArthur di Pulau Morotai, Maluku Utara.

Wartawan ANTARA dari Pulau Dodola, Kabupaten Morotai melaporkan, bersama sejumlah saksi mata pendaratan tentara sekutu di Morotai, Christine Hakim berjalan di antara dua pulau, yakni Pulau Dodola Kecil dan Pulau Dodola Besar.

Perairan di dua pulau tersebut sedang surut saat Hakim dan pendukung pembuatan film itu berjalan-jalan di sana.  Karena itulah, berjalan kaki di hamparan pasir putih luas pantai pulau itu menjadi hal tersendiri bagi mereka.

Pulau Dodola Besar adalah tempat yang biasa dipakai MacArthur untuk beristirahat di sela-sela mengendalikan pasukan Sekutu pada Perang Dunia II pada paruh kedua Perang Dunia Kedua itu.

Bukan cuma Hakim yang berada di sana, karena masih ada beberapa penduduk asli setempat saksi mata pendaratan tenrara Sekutu di Pulau Morotai dan kiprah peperangan mereka melumat perlawanan Jepang di Pasifik. 

Sementara itu, sutradara film dokumenter berdurasi sekitar 48 menit itu Dr Ir Ricky Avenzora, MSC.F mengarahkan para saksi mata  dan pelaku sejarah, yang umumnya lahir pada dasawarsa '30-an, mengenang masa silam saat mereka melihat dan mengalami langsung pendaratan pasukan sekutu itu di Morotai.

Waktu dan asap mesiu serta ledakan bom serta teriakan perang seolah hadir lagi dalam kehadiran mereka.

Mengingat para saksi mata itu berusia senja, mereka dibimbing secara perlahan karena kondisi fisik mudah lelah, apalagi setelah berlayar dari Daruba, ibukota Kabupaten Pulau Morotai untuk sampai di gugus Kepulauan Dodola itu.

Salah satu saksi mata itu, H Muh Yaman, yang juga anggota Lembaga Veteran Republik Indonesia (LVRI) menyatakan, Morotai punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

"Rakyat banyak berjuang dan mengorbankan diri untuk Indonesia merdeka, sehingga sudah semestinya pemerintah pusat memperhatikan pembangunan di Morotai ini," katanya.

Sehari sebelumnya, para saksi mata yang kesaksiannya sangat penting dalam pembuatan film dokumenter tentang pasukan Sekutu di bawah kepimpinan MacArthur di Pulau Morotai, Maluku Utara, bertemu dengan Hakim.

Dalam pertemuan yang dipandu Asisten Pemerintahan Pemkab Pulau Morotai,Amirudin Ahmad,  ketujuh saksi mata memberikan kesaksian mengenai kedatangan pasukan Sekutu itu.

Para saksi mata itu adalah H Bachdim Mangoda (tokoh agama), Hj Mastura Ahsan (juru masak pasukan Sekutu), H Muhammad Yaman (tokoh agama sekaligus pejuang veteran dari LVRI), Noho Deto (pejuang Trikora di Irian Barat), Abdul Hamid Ismail, dan Noni Ube (saksi penyerangan Sekutu atas tentara Jepang di Pulau Halmahera).

Kepada para saksi mata tersebut, Hakim meminta mereka untuk menceritakan apa saja pengalaman saat tentara Sekutu masuk ke Morotai.

Menurut Yaman, yang pada saat sekutu mendarat di Morotai pada 1945, dia berusia 18 tahun. Dia melihat langsung kapal-kapal perang Angkatan Laut AS mendaratkan pasukan di Pitoe Strip di Desa Wawama, yang sekarang masuk Kecamatan Daruba, kini ibukota Kabupaten Morotai itu.

"Kapal induk mereka berlabuh agak di tengah laut mengawal kapal perang yang mendarat di Pitoe Strip dan menurunkan ribuan pasukan, dan kendaraan lapis baja lainnya," katanya.

Ia juga mengungkapkan, ribuan tanaman kelapa milik ayahnya dan juga warga lain terpaksa menjadi korban, yakni dirobohkan karena kayu-kayu kepala itu digunakan menjadi landasan bagi kendaraan lapis baja itu mendarat.

Sementara itu, Ahsan yang satu-satunya perempuan saksi mata dan pelaku sejarah pendaratan MacArthur itu, berbeda lagi karena perlu waktu banyak guna mengumpulkan informasi dan kenangan sejati berpuluh tahun lalu itu.

Menurut Hakim, pihaknya yang akan menggarap film dokumenter itu meminta izin, dukungan, dan doa serta keikhlasan segenap masyarakat Morotai, khususnya juga saksi hidup sejarah, untuk dapat membantu proses pekerjaan yang sedang dilakukan.

Sedangkan Avenzora  menambahkan dalam film dokumenter kali ini akan  diangkat berbagai keindahan di Morotai secara khusus dan Maluku Utara secara umum. "Yakni tentang keindaha kalbu, kecantikan budaya, `kemegahan sejarah, dan keunggulan tata pergaulan keseharian," katanya.

(ANT. A035)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011