Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai terdapat peningkatan keterlibatan hakim dan pengadilan dalam pembentukan hukum pemilu atau “judicialization of politics”.

“Masuknya hakim dan pengadilan dalam pembentukan hukum pemilu dikarenakan skema politik yang ada, yaitu ditutup jalannya merevisi undang-undang oleh pembentuk undang-undang,” kata Titi ketika memberi paparan materi dalam seminar nasional bertajuk Problematika Masa Jabatan Kepala Daerah dan Pemilihan Serentak 2024 yang disiarkan di kanal YouTube PSHK FH UII, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Sebagai masyarakat yang berada di negara hukum, ketika merasa terbentur dengan undang-undang, maka salah satu jalan keluarnya adalah menyelesaikan permasalahan tersebut di hadapan Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Tetap berada di koridor UU Pemilu ketika tetapkan hari-H

Terlebih, ketika para pembuat undang-undang telah menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu, tidak melakukan revisi Undang-Undang Pilkada, dan tidak melakukan revisi Undang-Undang Partai Politik.

Pernyataan tersebut yang kemudian mengakibatkan masyarakat memperjuangkan hak mereka melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, keterlibatan hakim dan pengadilan dalam pembentukan hukum pemilu menjadi tidak terhindarkan.

“Untuk ambang batas pencalonan presiden ada tujuh uji materi yang sedang berlangsung, belum lagi pasal-pasal lain yang sedang diuji. Ada yang menguji soal usia calon anggota KPU dan Bawaslu, dan lain-lain,” kata dia.

Baca juga: Perludem sebut PKPU bakal alami perubahan meski UU Pemilu tak direvisi

Proses masuknya pengadilan dalam pembentukan hukum pemilu, menurut Titi, dapat mempengaruhi tata kelola pemilu karena putusan Mahkamah Konstitusi dapat keluar di tengah tahapan-tahapan krusial yang sedang berlangsung.

Kemungkinan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi di tengah tahapan pemilu yang krusial merupakan tantangan yang harus diantisipasi oleh para penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

“Akhirnya petugas penyelenggara pemilu akan merespon putusan Mahkamah Konstitusi dengan tergesa-gesa, tidak sempat sosialisasi, dan seterusnya. Ini akan mengganggu profesionalisme dan tata kelola teknis pemilu pada 2024 mendatang,” kata dia.

Baca juga: DPR RI tampung aspirasi revisi UU Pemilu

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022