apakah pengawasan dan evaluasi di lapangan saat ini masih efektif
Jakarta (ANTARA) -
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono meminta pemerintah untuk mengevaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di tengah meningkatnya kasus Omicron.
 
"PPKM berlevel harus dievaluasi kembali, pembatasan sosialnya diubah atau dinaikan levelnya," ujar Tri Yunis Miko ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.
 
Menurutnya, adanya kasus kematian akibat varian Omicron itu menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi aktivitas masyarakat.
 
Di samping itu, lanjut dia, pemerintah juga diminta untuk memperketat pintu masuk negara dan menerapkan kembali aturan karantina selama 14 hari.
 
Ia menilai, aturan masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri selama 10 hari kurang tepat, mengingat varian Omicron bertahan selama 14 hari dalam tubuh individu.

Baca juga: Epidemiolog: Masifkan pelacakan dan analisis WGS tekan kasus Omicron
 
Di samping itu, ia menambahkan, edukasi dan sosialisasi mengenai protokol kesehatan juga harus kembali digiatkan masyarakat agar tetap waspada.
 
"Masyarakat sudah mulai tidak menerapkan protokol kesehatan, tampaknya harus digemborkan lagi," ucapnya.
 
Tri Yunis Miko juga meminta pemerintah untuk meningkatkan surveilans melalui pengujian dan pelacakan di setiap daerah.
 
Maka itu, lanjut dia, ketersediaan alat uji yang cepat dan efektif mendeteksi varian Omicron harus ada di setiap provinsi.

Baca juga: Epidemiolog: Pemda perlu perkuat upaya pencegahan penyebaran Omicron
 
Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Defriman Djafri mengatakan penerapan PPKM saat ini memerlukan pengawasan dan evaluasi.
 
"PPKM masih diberlakukan sampai saat ini, terlepas dari itu yang penting adalah apakah pengawasan dan evaluasi di lapangan saat ini masih efektif dan benar-benar diterapkan," tuturnya.
 
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan dua pasien COVID-19 terkonfirmasi Omicron telah meninggal dunia.
 
Kedua kasus tersebut merupakan pelaporan fatalitas pertama di Indonesia akibat varian baru yang memiliki daya tular tinggi.
 
"Satu kasus merupakan transmisi lokal, meninggal di RS Sari Asih Ciputat dan satu lagi merupakan pelaku perjalanan luar negeri, meninggal di RSPI Sulianti Saroso," kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
 
Tercatat, sejak 15 Desember hingga saat ini secara kumulatif tercatat 1.161 kasus konfirmasi Omicron ditemukan di Indonesia.

Baca juga: Kemenkes laporkan dua pasien konfirmasi Omicron meninggal dunia

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022