Jakarta (ANTARA News) - Badan Kehormatan DPR RI memberhentikan Nurdin Tampubolon dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR terkait laporan pelanggaran etika.

Namun Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) secara resmi melalui surat yang disampaikan kepada pimpinan DPR pada Selasa menyatakan keberatan dan menolak sepenuhnya keputusan Badan Kehormatan DPR RI itu.

Surat sanggahan Fraksi Hanura No A-39 F-HAUNRA/DPR-RI/2011, ditandatangani Pimpinan Fraksi Sunardi Ayub dan Saleh Husin.

Fraksi Hanura berpendapat, keputusan yang diambil oleh Pimpinan BK DPR RI mengenai sanksi pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau Pimpinan alat kelengkapan DPR RI kepada Nurdin Tampubolon, merupakan keputusan sepihak.

Menyangkut masalah yang dituduhkan kepada Nurdin, menurut Sunardi, secara fakta dalam hal ini Nurdin Tampubolon, disebutkan tidak mempunyai utang apapun secara pribadi kepada saudara AB Manalu dan/atau PT Pioner Beton Industri seperti yang disangkakan.

Segala tuduhan serta sangkaan yang disampaikan kepada Nurdin Tambubolon dinlai tidak relevan dan tidak benar jika BK DPR RI memutuskannya sebagai pelanggaran etik.

Jika hal tersebut terkait utang-piutang, Hanura berpendapat, seharusnya diselesaikan di pengadilan, hingga adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum bahwa Nurdin Tampubolon bersalah.

Seharusnya, kata Sunardi, BK DPR RI mencermati dan menelaah lebih mendalam mengenai laporan tersebut, sehingga bisa dipisahkan antara masalah pribadi, perusahaan, perseroan terbatas (apa kompetensinya) dan masalah keberadaan NurdinTampubolon sebagai Angota DPR RI.

Mengenai ketidakhadiran tiga kali, Nurdin Tampubalon secara jelas telah menjawab dan memberikan verifikasi terhadap permasalahan yang diadukan ke Badan Kehormatan DPR Rl oleh AB Manalu melalui Surat Fraksi Partai Hanura DPR Rl dan surat dari Nurdin Tampubolon.

Badan Kehormatan DPR Rl tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan verifikasti terhadap materi pengaduan tersebut karena terkait dengan utang- piutang yang merupakan wilayah hukum perdata yang diatur tersendiri dengan ketentuan UU

Melihat fakta-fakta tersebut, Hanura DPR RI memohon kepada Pimpinan DPR RI untuk mengabulkan sepenuhnya tuntutan Hanura yang menyatakan keberatan atas keputusan Badan Kehormatan DPR RI Nomor:No:0 32/S K-BK/VI/2011 tertanggal 7 Juni dan keputusan Perkara Etik No:03/ KEP-BK/VI/2011 tertanggal 8 Juni 2011 oleh Badan Kehormatan DPR RI untuk segera dicabut.

Fraksi Hanura meminta secara mutlak keberadaan perwakilaan Anggota Fraksi Hanura di BK DPRI sesuai Pasal 80 Peraturan DPR tentang tata-tertib, sebagai bentuk nyata menghilangkan diskriminasi antarfraksi di DPR RI serta sebagai upaya mewujudkan sikap egaliter untuk mengawal proses demokrasi yang sedang berkembang.

Keberatan dan penolakan Hanura atas keputusan BK DPR itu dituangkan dalam surat sanggahan fraksi, No A-39 F-HAUNRA/DPR-RI/2011 yang ditujukan kepada Pimpinan DPR-RI, ditandatangani Pimpinan Fraksi H Sunardi Ayub, SH dan Saleh Husin SE, M.Si tertanggal 4 Juli 2011.

Ditegaskan, Fraksi Hanura akan selalu konsisten dengan sikapnya dari awal, yakni tidak mengakui segala keputusan serta kebijakan Badan Kehormatan DPR RI sampai diakuinya keberadaan Fraksi Hanura di BK DPR, melalui adanya perwakilan anggota dari Hanura di alat kelengkapan DPR RI itu.

"Eksistensi Fraksi Hanura di DPR adalah mutlak sebagaimana ketentuan Tata Tartib pasal 80 dan F HANURA mengemban amanah dari rakyat melalui Pemilu 2009 dengan terpilihnya wakil rakyat dari Partai Hanura di DPR RI," katanya.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011