Batam (ANTARA) - Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meyakini perubahan kebijakan moneter  Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) tidak akan banyak berikan pengaruh atas Rupiah.

Ia menyatakan kebijakan di Amerika akan terjadi. Namun, dengan ketahanan ekonomi Indonesia saat ini, maka dampaknya pada rupiah akan kecil.

"'Kebijakan moneter di Amerika akan terjadi. Tapi dengan sekarang jumlah dolar kita meningkat akibat investasi dalam negeri, saya kira dampaknya kepada Rupiah akan kecil," kata Menteri di Batam, Senin.

Menteri menjelaskan, apabila ada  uang 1 miliar dolar keluar dari Indonesia karena kondisi pasar, maka pengaruhnya mungkin hanya 0,5 persen.

Baca juga: Luhut: UMKM tulang punggung ekonomi di daerah

Pengaruh ini relatif lebih kecil dibandingkan pada 2015 yang berdampak hingga 3,7 persen.

"Kenapa itu terjadi, karena ekonomi kita main baik," kata dia.

Menko juga meyakini angka-angka ekonomi Indonesia yang semakin membaik bisa dilihat.

"Tapi banyak yang tidak sadar, terjadi perubahan yang sangat struktural di ekonomi kita," kata dia.

Di Jakarta, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan perubahan kebijakan moneter atau tapering off dari Bank Sentral AS atau Federal Reserve akan memberi ruang bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih cepat.

"Artinya dampak global (tapering off dari The Fed) akan membuat ekonomi Indonesia mempunyai ruang untuk tumbuh lebih cepat," katanya dalam acara Economic Outlook 2022 secara daring.

The Fed akan mulai mengurangi pembelian aset atau tapering pada akhir November 2021 yang terbagi atas 10 miliar dolar AS dalam US Treasury dan 5 miliar dolar AS dalam sekuritas berbasis hipotek per bulan.

Baca juga: Luhut Panjaitan: Pengetatan kegiatan belum akan dilakukan

Purbaya mengatakan langkah itu memang mengawali proses tapering di AS namun bukan berarti tiba-tiba kebijakan moneter AS menjadi kontradiktif karena justru sebaliknya yakni tetap akomodatif hanya saja level ekspansi moneternya dikurangi secara perlahan.

Selain itu, Purbaya menuturkan The Fed juga telah secara baik mengkomunikasikan kebijakan ini jauh dari sebelum November 2021 dan pasar sudah merespon dengan baik sehingga efek tantrum secara global tidak akan seburuk tahun 2013 lalu.

Tak hanya itu, tapering ini juga tidak akan diikuti dengan kenaikan suku bunga The Fed dalam waktu dekat seiring banyak lembaga riset internasional yang memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed baru akan terjadi pada kuartal III atau IV tahun depan.

Purbaya menegaskan pasar tak perlu khawatir ketika The Fed akan menaikkan suku bunga karena tujuan dari langkah tersebut bukan untuk membawa ekonominya resesi melainkan mengendalikan pertumbuhan ekonomi AS agar mampu tumbuh dalam waktu yang lama.

"The Fed kalau menaikkan suku bunga itu bukan untuk membawa ekonominya resesi tapi mengendalikannya supaya ekonomi AS tidak kelepasan sehingga dia bisa tumbuh dalam waktu yang lama dengan level sesuai tingkat ekonominya," kata dia.

Menurutnya, langkah tapering dan kenaikan suku bunga The Fed akan menjaga pertumbuhan ekonomi AS untuk tetap positif sampai tujuh hingga delapan tahun ke depan sehingga menciptakan perekonomian global yang berkesinambungan.

"Artinya harusnya itu bukan sinyal negatif tapi sinyal positif karena itu menandakan pertumbuhan ekonomi AS dan global yang berkesinambungan," tegasnya.

Terlebih lagi, siklus perekonomian AS dan Indonesia secara sejarah terdapat korelasi yang positif yaitu jika ekonomi AS tumbuh maka ekonomi RI tumbuh dan jika ekonomi AS melambat maka ekonomi RI pun turut melambat.

Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022