Impor baja yang cukup tinggi ini tentu ini menjadi salah satu hal yang patut diwaspadai oleh pemerintah dan kalangan industri
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menyatakan pemerintah harus melindungi industri baja nasional dari membanjirnya produk baja impor ke pasar dalam negeri

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho di Jakara, Senin menyatakan selisih harga jual antara baja impor dan baja produksi dalam negeri cukup jauh, jika hal ini dibiarkan tentu berdampak buruk terhadap industri baja nasional.

“Impor baja yang cukup tinggi ini tentu ini menjadi salah satu hal yang patut diwaspadai oleh pemerintah dan kalangan industri,” ujarnya.

Untuk itu, melalui keterangannya Andry mengusulkan agar para produsen baja di tanah air meminta kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) guna melakukan penyelidikan terkait dengan maraknya baja impor dan dugaan terjadinya praktek dumping.

"Saya rasa ini jadi salah satu kewenangan yang perlu pemerintah lakukan untuk melindungi industri baja dalam negeri, sehingga kita bisa melihat pemerintah serius melindungi industri domestik yang saat ini berada di fase pemulihan," ujarnya.

Menurut dia, industri baja yang merupakan industri strategis banyak mengalami tekanan akibat maraknya baja impor. Kondisi ini akan menimbulkan kerugian yang pada akhirnya berdampak terhadap kinerja perusahaan.

"Jangan sampai industri melakukan efisiensi dan pada akhirnya merumahkan atau mengurangi karyawannya," katanya.

Andry juga berharap pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap permohonan perpanjangan Barang Modal Tidak Baru (BMTB) khususnya produksi baja I dan H Section yang mengalami kerugian serius akibat impor barang sejenis.

Perpanjangan BMTB, menurut dia, setidaknya bisa menanggulangi dampak yang dirasakan oleh produsen industri baja dari penurunan kinerja perusahaan,

Menurut Andry, berbagai perlindungan tersebut sangat mendesak dilakukan. Sebab, selain berdampak terhadap industri baja dan para karyawan, juga berimbas terhadap penerimaan negara melalui pajak.

"Padahal, penerimaan pajak yang berasal dari industri (baja) ini menjadi salah satu yang cukup besar ketimbang pajak dari sektor lainnya,” katanya.

Banjirnya baja impor sendiri memang sangat dirasakan industri. Sebelumnya, Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional/The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), juga mengingatkan, agar Pemerintah perlu melakukan pengendalian.

Menurut Ketua Klaster Flat Product IISIA, Melati Sarnita, jika pemerintah tidak segera melakukan pengendalian, kondisi tersebut dikhawatirkan akan terus berlangsung sampai Kuartal kedua (Q20 2022.

IISIA juga menyebut, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor baja kode HS 72 sampai Q3 2021 masih tinggi sebesar 4,3 juta ton, dimana mengalami kenaikan sebesar 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar 3,6 juta ton.

Baca juga: Kemenperin: Industri baja nasional tumbuh positif sepanjang 2021
Baca juga: Kemendag: Afsel hentikan penyelidikan "safeguard" impor baja struktur
Baca juga: Pemerintah diminta cermati kenaikan impor baja hingga 12,7 persen

Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022