Jakarta (ANTARA) -
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyampaikan bahwa pelaksanaan vaksinasi penguat atau booster merupakan respon pemerintah dalam menghadapi varian Omicron.
 
"Program vaksin booster merupakan respon atas meluasnya varian Omicron yang dapat mengurangi kekebalan yang telah terbentuk sebelumnya," ujar Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa malam.
 
Ia menambahkan, pelaksanaan vaksinasi penguat itu dilakukan pada daerah yang kekebalan komunitas nya terbukti sudah berkurang.
 
Dalam kesempatan itu, Wiku mengatakan, dalam kurang dari dua bulan kemunculan varian Omicron telah ditemukan di hampir seluruh negara di dunia, bahkan lebih mendominasi dibandingkan varian sebelumnya yaitu Alpha, Beta, dan Delta di beberapa negara.

Baca juga: Wujudkan travel bubble RI-Singapura, pelaku wisata divaksinasi penguat

Baca juga: Kemenkes: Vaksinasi dosis penguat tingkatkan proteksi individu
 
"Karakteristik varian Omicron menjadi penting agar kita senantiasa waspada dan berhati-hati dalam menyikapi kondisi pandemi COVID-19," ucapnya.
 
Secara spesifik, ia mengemukakan, berbagai temuan ilmiah yang dirangkum oleh WHO menyebutkan varian Omicron menyebabkan kenaikan kasus yang lebih tinggi dibandingkan varian Delta karena lebih menular.
 
"Hal ini disebabkan varian Omicron memiliki tingkat mutasi tinggi yang mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi tubuh," paparnya.
 
Dengan demikian, lanjut dia, mencegah penularan varian Omicron sejak level individu adalah cara terbaik untuk mencegah lonjakan kasus.
 
Selain itu, ia menambahkan, dalam temuan ilmiah itu juga disebutkan masa inkubasi atau munculnya gejala sejak pertama kali terpapar varian Omicron cenderung lebih cepat daripada varian lain.
 
"Berdasarkan data awal, median masa inkubasi varian Omicron cenderung lebih singkat dibanding varian sebelumnya," ujarnya.
 
Ia mengatakan, fakta ilmiah varian Omicron terkini lainnya diantaranya adalah gejala varian Omicron tidak spesifik, namun disinyalir lebih ringan.
 
Kemudian, risiko rawat inap disinyalir lebih rendah dibandingkan varian Delta. Alat diagnostik terutama PCR masih efektif mendeteksi.
 
Selain itu, lanjut dia, vaksin berkurang efektivitas nya, namun masih mampu untuk mencegah keparahan gejala dan kematian. Obat yang digunakan untuk perawatan kasus COVID-19 masih cukup efektif.
 
Namun, ia mengingatkan, peluang terjadinya infeksi ulang (reinfeksi) yang disebabkan varian Omicron cukup tinggi.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022