Jakarta (ANTARA News) - Anggota Pusat Pelaporan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK) Fitriadi Muslim menyatakan bahwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bisa diadili dengan pengadilan tanpa kehadiran terdakwa atau "in-absentia".

"Untuk mengadili Nazaruddin dengan cara `inabsemtia`, KPK harus menggunkan UU Pencucian Uang," kata Fitriadi Muslim pada diskusi "Polemik: Kepak Si Burung Nazar" di Jakarta, Sabtu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Anggota Komisi III DPR RI Martin Hutabarat, aktivis LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah, dan pengamat politik dari Universitas Nanyang Singapura Sulfikar Amir.

Menurut Fitriadi, dengan menggunakan UU No 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang, KPK bisa mengadili Muhammad Nazaruddin tanpa harus dihadiri oleh terdakwa.

Ketua Kelompok Regulasi di PPATK ini menambahkan, Muhammad Nazaruddin juga bisa memprotes keputusan pengadilan "in absentia" jika dinilai idak memuaskan.

"Muhammad Nazaruddin bisa datang langsung untuk menyatakan ketidakpuasannya," katanya.

Sementara itu, aktivis LSM ICW justru mengingatkan KPK agar tidak melakukan proses hukum terhadap Muhammad Nazaruddin dengan menggunakan UU No 8 ahun 2010 tentang Pencucian Uang, karena keterangan-keterangan penting mengenai kasus dan lingkaran orang di sekitarnya tidak akan bisa dibuka secara langsung.

"Sebaiknya, jangan sampai memprosesnya melalui pehgadilan `in absentia`, karena KPK masih membutuhkan banyak keterangan langsung dari Nazaruddin," katanya.

Pada diskusi tersebut, Fitriadi menjelaskan, PPATK menemukan sekitar 109 transaksi mencurigakan di rekening mantan Muhammad Nazaruddin.

Menurut Fitriadi, dari 109 transaksi keuanan mencurigakan, masuk ke beberapa rekening baik perorangan maupun perusahaan tertentu.

Ia menambahkan, dari 109 transaksi mencurigakan tersebut sebanyak enam transaksi sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum seperti KPK.

Namun, Fitriadi engan menjelaskan, perusahaan atau perorangan siapa dari enam transaksi yang telah dilaporkan.

"Berdasarkan UU, PPATK tidak boleh menyebut nama penerima atau pemberi aliran dana tersebut," katanya.

(R024/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011