Bangkok (ANTARA) - Perusahaan eksplorasi minyak dan gas milik negara Thailand tampaknya akan mengambil alih ladang gas terbesar Myanmar, ketika TotalEnergies dan Chevron Corp keluar setelah kudeta tahun lalu di negara Asia Tenggara itu, kata para analis.

Langkah PTT Exploration and Production Pcl (PTTEP) menjadi operator lapangan Yadana yang sudah memiliki 25,5 persen saham, akan menjaga pasokan gas vital mengalir ke Thailand dan Myanmar, serta bisa mengamankan pendapatan untuk pemerintah Myanmar di tengah sanksi AS dan sanksi lainnya yang lebih ketat.

TotalEnergies Prancis dan perusahaan AS Chevron mengatakan pada Jumat (21/1/2022) bahwa mereka akan pergi, mengutip situasi kemanusiaan yang memburuk setelah kudeta.

Perusahaan Prancis dan AS adalah bagian dari grup yang mengoperasikan proyek gas Yadana di lepas pantai barat daya Myanmar dan Moattama Gas Transportation Company (MGTC) yang menjalankan pipa yang membawa gas dari lapangan ke perbatasan Myanmar dengan Thailand.

"PTTEP tampaknya kandidat yang lebih mungkin untuk mengambil alih sebagai operator Yadana," kata Kittithat Promthaveepong, konsultan Lantau Group yang berbasis di Bangkok.

PTTEP akan memiliki 85 persen saham di Yadana jika mengambil semua saham yang dimiliki oleh TotalEnergies dan Chevron.

PTTEP telah mengoperasikan ladang Zawtika yang lebih kecil di Myanmar, di mana ia memiliki 80 persen saham dan perusahaan energi negara Myanmar, Myanma Oil and Gas Enterprise (MOGE) memegang 20 persen.

PTTEP mengatakan pada Jumat (21/1/2022) bahwa pihaknya "dengan hati-hati mempertimbangkan" langkah selanjutnya mengenai Yadana dan bagaimana mempertahankan pasokan energi untuk Thailand dan Myanmar. PTTEP menolak berkomentar lebih lanjut pada Senin (24/1/2022).

MOGE tidak segera menanggapi permintaan komentar.

TotalEnergies mengatakan pada Jumat (21/1/2022) bahwa PTTEP akan menjadi pilihan "alami" untuk aset Myanmar dan mengatakan telah melakukan kontak dengan perusahaan Thailand. Chevron menolak berkomentar.

Pemegang ekuitas biasanya memiliki hak pertama untuk memutuskan apakah mereka ingin mengambil alih saham dari mitra mereka.

Analis Rystad Energy, Readul Islam juga mengatakan PTTEP adalah kandidat yang paling mungkin untuk mengambil alih Yadana dan mengatakan, jika dilanjutkan, PTTEP akan mengoperasikan lebih dari setengah pasokan gas Myanmar.

Yadana menghasilkan 770 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas pada 2021, dengan sekitar 570 mmscfd dipasok ke Thailand dan sisanya digunakan untuk menghasilkan sekitar setengah dari listrik Myanmar.

Yadana menyumbang 10-15 persen dari permintaan gas Thailand dan sangat penting untuk ketahanan energi Thailand karena produksi di ladang terbesar Thailand Erawan anjlok pada 2021.

Tetapi sanksi yang membayangi industri minyak dan gas dapat mendorong lebih banyak perusahaan internasional keluar dari Myanmar, membuat pemain regional dengan ikatan historis seperti PTTEP terus berlanjut, kata Saloni Kapoor, seorang analis riset di Wood Mackenzie.


Baca juga: TotalEnergies Prancis menarik diri dari Myanmar
Baca juga: Minyak naik di Asia, permintaan meningkat meski kasus Omicron melonjak
Baca juga: Minyak naik di sesi Asia didorong selera risiko dan pasokan OPEC ketat

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022