sebagai sistem pengingat dini (early warning system) menghadapi pandemi AI
Bogor (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan Kementan) kembali mengukuhkan tiga profesor riset masing-masing di bidang kepakaran kedokteran hewan, ekonomi pertanian, serta pemuliaan dan genetika tanaman bertempat di Auditorium Ir Sadikin Sumintawikarta, Kota Bogor, Jumat.

Ketiga profesor riset tersebut adalah, Prof. Dr. drh. Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, MSi, Prof. Dr. Ir. Atien Priyanti. MSc, dan Prof. Dr. Muhammad Azrai, SP, MP. Ketiganya masing-masing sebagai profesor riset nasional ke-631, 632, dan 633, juga sebagai profesor riset Kementerian Pertanian ke-160, 161, dan 162.

Orasi pengukuhan profesor riset disampaikan pada forum Majelis Profesor Riset Kementerian Pertanian yang diketuai Prof. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS.

Hadir pada forum tersebut, antara lain, Menteri Pertanian Dr H Syahrul Yasin Limpo, SH, MH, Kepala Balitbangtan Kementerian Pertanian Prof Dr Ir Fadjry, sejumlah pejabat di Kementerian Kesehatan dan tamu undangan.

Prof. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS, mengatakan dengan pengukuhan tiga profesor riset tersebut maka Kementerian Pertanian saat ini memiliki 58 orang profesor riset aktif, dari total 1.581 peneliti.

Prof. NLP Indi Dharmayanti menyampaikan orasi berjudul “Inovasi Teknologi Veteriner Berbasis Biologi Molekuler Untuk Mendukung Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia”.

Menurut Indi, penyakit avian influenza (AI) merupakan penyakit zoonosis yang sampai sekarang masih menimbulkan kerugian ekonomi dan ancaman kesehatan yang serius terhadap hewan dan manusia.

“Virus AI yang mudah bermutasi mengakibatkan perkembangan virus AI sangat dinamis, membutuhkan kebaruan teknologi termasuk teknologi veteriner berbasis biologi molekuler (ITVBM-AI) untuk keakuratan dalam diagnosa dan mengetahui karakter virus yang bersirkulasi termasuk jenis obat dan vaksin yang digunakan” katanya.

Pengembangan ITVBM-AI, kata dia, mampu memberikan informasi karakter virus terkini, memprediksi keganasan virus, dan sebagai sistem pengingat dini (early warning system) menghadapi pandemi AI yang mungkin terjadi.

Indi menjelaskan, penerapan ITVBM-AI sebagai upaya preventif yaitu diagnosa dan kebaruan vaksin yang lebih baik dalam pengendalian penyakit sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah baik berupa kebijakan, kemudahan pendaftaran izin edar, maupun pemberian insentif bagi industri pengguna ITVBM-AI karya anak bangsa dalam mendukung pengendalian penyakit avian influenza secara tepat, cepat, dan akurat, serta mampu meminimalisir dampak dari penyakit avian influenza.

Sementara, Prof. Atien Priyanti menyampaikan orasi dengan judul “Penerapan Bioekonomi Di Sektor Pertanian Dalam Mewujudkan Kemandirian Pakan”.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi biomassa pertanian yang melimpah untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak hingga dapat berkemandirian pakan.

“Hal ini dilaksanakan melalui penerapan bioekonomi yang diyakini dapat menjadi salah satu pendorong dalam pertumbuhan ekonomi ke depan, dan salah satu kunci strategi pembangunan abad ke-21” ujarnya.

Pakan merupakan komponen utama usaha peternakan, mencapai 60-70 persen dari total biaya produksi. Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan biomassa yang jumlahnya sangat besar merupakan pilihan yang sangat tepat dalam mewujudkan kemandirian pakan.

"Pembangunan peternakan dapat berkembang secara berkelanjutan jika didukung oleh pemanfaatan sumber daya lokal. Pengembangan usaha peternakan berbasis biomassa diarahkan berbasis kawasan yang terintegrasi secara holistik.” tambahnya.

Prof. Muhammad Azrai menyampaikan orasi berjudul “Inovasi Varietas Hibrida Nasional Berdaya Saing Mewujudkan Swasembada Jagung Berkelanjutan”.

Azrai menuturkan, selama ini varietas yang dilepas oleh perusahaan multinasional fokus pada lahan optimal. Produksi benih juga masih terkonsentrasi di Jawa Timur, sehingga menjadi salah satu faktor pembatas pencapaian target produksi jagung nasional.

Salah satu upaya keberlanjutan program swasembada jagung yang dicapai pada tahun 2017 dan mewujudkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045, kata dia, adalah mengakselerasikan perakitan varietas unggul hibrida (VUH) jagung berdaya hasil tinggi serta adaptif pada berbagai agroekosistem.

Menurut Azrai, pengembangan varietas dan penyediaan benih dalam negeri sangat terkait dengan kinerja pemuliaan dan perkembangan industri benih nasional.

Perakitan dan pengembangan varietas jagung hibrida berbasis inovasi dan teknologi modern berikut paket teknologinya, kata dia, berimplikasi terhadap percepatan perakitan galur dan pelepasan varietas serta penyediaan benih bermutu untuk peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam.
Baca juga: Balitbangtan: Butuh teknologi dan inovasi dukung swasembada pangan
Baca juga: Balitbangtan kembangkan padi dengan kandungan zat besi cegah tengkes
Baca juga: Balitbangtan hasilkan inovasi teknologi pengolahan hasil pertanian

 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022