Jakarta, (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar menyatakan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport saat ini telah parah. "Sudah parah kerusakan yang ditimbulkan akibat PT Freeport, tapi datanya tidak saya bawa," kata Rachmat di sela-sela lokakarya sosialisasi Clean Development Mechanism (CDM), di Jakarta, Rabu (25/1). Rachmat kembali mengatakan pihaknya telah membentuk tim penilai untuk mengukur dan meneliti kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport. "Sekarang tim kita bisa melakukan penelitian, setelah sejak dulu Freeport menolak diteliti, dan sekarang tim masih bekerja," katanya. Rachmat menegaskan, penilaian KLH akan mengacu pada standar yang ada seperti penilaian yang diterapkan pada perusahaan-perusahaan lainnya. "Lebih dari dua orang, mungkin ada sampai enam atau tujuh orang dalam satu tim penilai yang mengukur tingkat kerusakaan di Papua yang diakibatkan PT Freeport," katanya. Penelitian yang dilakukan KLH diantaranya adanya dugaan perusakan dan pencemaran lingkungan di sepanjang Sungai Ajkwa dari hulu sungai hingga mencapai pesisir laut. Limbah yang ditumpahkan Freeport berupa pembuangan tailing limbah bahan beracun berbahaya (B3) telah mencapai pesisir laut Arafura. Tailing yang dibuang melampaui baku mutu total suspended solid (TSS) yang diperbolehkan menurut hukum di Indonesia. Namun, audit lingkungan yang dilakukan oleh Parametrix, menemukan bahwa tailing dan batuan limbah Freeport merupakan bahan yang mampu menghasilkan cairan asam yang berbahaya bagi kehidupan akuatik. Sejumlah spesies akuatik sensitif di Sungai Ajkwa telah punah akibat tailing dan batuan limbah Freeport. Freeport adalah salah satu perusahaan yang memiliki tambang emas terbesar di dunia. Di Provinsi Papua Barat, Freeport mulai beroperasi sejak tahun 1967 atas ijin pemerintah semasa Orde Baru.(*)

Copyright © ANTARA 2006