Surabaya (ANTARA) - DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menyatakan ekspresi kebudayaan menyambut Tahun Baru Imlek 2022 membentuk keberagaman di Kota Pahlawan, yang dikenal sebagai kota plural yang penuh toleran.

"Selamat merayakan Tahun Baru Imlek 2573. Gong xi fa cai. Semoga kesehatan, kemakmuran, umur panjang, dan kesukacitaan senantiasa menyertai perjalanan kita di Tahun Macan Air ini dan pada masa-masa mendatang," kata Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono di Surabaya, Selasa.

Adi mengatakan perayaan Imlek menjadi momentum untuk semakin merekatkan kebersamaan dan gotong royong di antara warga Kota Pahlawan tanpa  memandang latar belakang agama, etnis, suku, maupun golongan.

Baca juga: PDI Perjuangan serukan keharmonian dalam perayaan Imlek

Sebagaimana dalam perayaan hari nasional lainnya, lanjut dia, PDIP Surabaya turut menyemarakkan Tahun Baru Imlek dengan memberikan ucapan selamat melalui berbagai sarana, termasuk media sosial dan grup-grup layanan percakapan instan.

"Kami juga saling sapa dengan masyarakat Tionghoa yang merayakan Imlek. Banyak kader melakukan anjangsana untuk saling merekatkan kebersamaan, tentu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara disiplin," kata Adi yang juga Ketua DPRD Surabaya ini.

Menurut dia, ekspresi kebudayaan menyambut Tahun Baru Imlek dapat ditemukan dengan mudah di perkampungan Kota Surabaya yang ada komunitas Tionghoa. Mereka hidup dengan rukun bersama komunitas lainnya.

"Indahnya lampu-lampu lampion, hebatnya atraksi barongsai, lezatnya kue keranjang, anggunnya pohon Mei Hua, hiasan gantung yang memukau, dan berbagai keindahan pernak-pernik Imlek lainnya, menyatu dalam derap kehidupan di Kota Pahlawan. Semuanya menyambut gembira. Itulah keberagaman di Kota Pahlawan, dan platform perjuangan kami sangat jelas, yaitu menjaga keberagaman di Surabaya," ujar Adi.

Untuk itu, kata dia, PDI Perjuangan didesain menjadi rumah kebangsaan yang ramah bagi semua. "Kami akan terus membangun dan merawat jembatan persaudaraan kepada semua anak bangsa. Banyak kader-kader PDI Perjuangan di Surabaya yang warga keturunan Tionghoa, dan mampu menunjukkan kualitas kepemimpinan dan keberpihakan pada rakyat," ujar Adi.

Adi menambahkan rekam jejak sejarah PDIP dalam perjuangan terhadap kebhinnekaan tidak perlu diragukan. Presiden Soekarno sejak awal membangun Indonesia sebagai rumah bersama. Pada era Bung Karno, pada tahun 1946/1947, tiga hari besar masyarakat Tionghoa, termasuk Imlek, dijadikan hari libur resmi.

Baca juga: Polres dan warga Tionghoa di Cianjur sepakat tak menggelar Cap Go Meh

Baca juga: Imlek dirayakan sederhana di Jayapura


Namun, pada era Orde Baru, seluruh ekspresi kebudayaan masyarakat Tionghoa dilarang. Baru kemudian pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Sehingga, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan Imlek di ruang publik.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, lanjut Adi, sebagai Presiden ke-5 RI membuat keputusan dengan menetapkan Imlek sebagai Hari Libur Nasional pada 2003. "Pesan Ibu Megawati sangat jelas, yaitu kita harus menjaga kebersamaan di antara sesama anak bangsa," kata Adi.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022