Jakarta (ANTARA) - Tepat satu tahun sejak pemerintahan Myanmar diambil alih oleh junta militer negara tersebut, Pemerintah Indonesia menyayangkan tak tampaknya kemajuan dari penerapan Myanmar untuk segera melaksanakan Five Point Consensus yang dikeluarkan oleh para pemimpin negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada April 2021 lalu.

“Indonesia memberikan perhatian yang besar terkait dengan momen satu tahun pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar, yang tentu dikecam oleh Pemerintah Indonesia,” kata Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan (BDSP) Kementerian Luar Negeri RI Achmad Rizal Purnama dalam pengarahan pers yang dipantau dari Jakarta, Kamis.

Dia kembali menegaskan sikap Indonesia yang secara konsisten menyuarakan pentingnya penerapan konsensus berisi lima poin itu serta menyayangkan tak adanya kemajuan dari pelaksanaan konsensus tersebut.

“Di saat yang sama juga mendesak militer Myanmar untuk melaksanakan ­five-point consensus sesegera mungkin, khususnya memberikan akses kepada utusan khusus ASEAN untuk berkunjung dan bertemu dengan seluruh pihak untuk berkomunikasi dialog inklusif,” ujarnya.

Pernyataan serupa juga telah dikeluarkan oleh ASEAN, yang diketuai oleh Kamboja tahun ini, di mana ASEAN juga mendesak junta militer Myanmar untuk sepenuhnya menerapkan Konsensus Lima Poin yang disepakati dalam ASEAN Leaders Meeting yang berlangsung di Jakarta pada 24 April 2021 lalu.

Dalam pernyataan Ketua ASEAN itu juga dikatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN menyambut baik penunjukan Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, sebagai Utusan Khusus (Special Envoy) Ketua ASEAN terkait Myanmar.

Terkait penunjukan tersebut, Achmad Rizal Purnama mengatakan bahwa hal itu menunjukkan proses dan komunikasi yang baik oleh negara-negara anggota ASEAN. Pasalnya, proses penentuan special envoy dapat memakan waktu yang panjang, di mana dalam keketuaan Brunei Darussalam tahun lalu, proses tersebut memakan waktu empat bulan usai pengesahan Konsensus Lima Poin.

“Tentunya ada dorongan dari Indonesia untuk mendapat persetujuan penunjukan Special Envoy tanpa adanya pertemuan, tetapi melalui surat yang akhirnya disepakati dan disetujui pada 2 Februari tersebut,” paparnya.

Pihaknya berharap agar penunjukan tersebut akan dapat mempercepat proses fasilitasi ASEAN terhadap Konsensus Lima Poin tersebut.

“Menurut Indonesia, itu adalah satu-satunya instrumen saat ini, yang terus kita dorong agar kembalinya demokrasi di Myanmar,” tambahnya.

Baca juga: Hanya perwakilan non-politik Myanmar diundang ke pertemuan ASEAN
Baca juga: Indonesia desak militer Myanmar segera tindaklanjuti konsensus ASEAN
Baca juga: Menlu ASEAN akan bertemu di Kamboja, bahas bantuan bagi Myanmar


 

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022