Makassar (ANTARA News) - Kerusakan hutan bakau atau mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 70 persen, yang sebagian besar disebabkan konversi lahan ke sektor tambang dan pembukaan lahan pertanian.

Perwakilan Mangrove Action Project-International, Roy R. Robin Lewis III mengungkapkan hal tersebut saat memberi pelatihan bagi pemangku kepentingan dan masyarakat pemukim sekitar lahan mangrove di Makassar, Jumat.

Menurutnya, kerusakan memanjang dari wilayah pesisir pantai barat yang mencakup Kabupaten Pangkep, Maros, Takalar, hingga ke wilayah pantai timur, mulai dari Kabupaten Sinjai hingga daerah Luwu Raya. Luas total lahan mangrove di Sulsel mencapai sekitar 26 ribu hektare.

"Untuk skala nasional, kerusakan sudah mencapai 60 persen. Sebenarnya secara kesejarahan 25 persen wilayah Indonesia cocok untuk lahan bakau. Tapi melihat situasi saat ini dari berbagai aspek, sekarang hanya tinggal 10 persen," ujarnya.

Robin menambahkan, sebagai langkah awal pencegahan peningkatan level kerusakan, pihaknya saat ini melatih sejumlah pemangku kepentingan kelestarian ekosistem mangrove di Sulsel. Mereka berasal dari kalangan akademisi, pemerintah dan masyarakat di sekitar ekosistem.

Dalam pelatihan tersebut, mereka dilatih enam tahapan sistem penanaman mangrove, yang mempertimbangkan aspek sosial ekonomi, hidrologi, dan prosedur penanaman.

"Kebanyakan dari kita hanya tahu bahwa mengrove bisa ditanam dan tumbuh dengan mudah di semua wilayah yang mengalami degradasi. Tapi tidak begitu sebenarnya. Ada sejumlah langkah yang harus dipertimbangkan agar tanaman itu efektif memberikan hasil bagi kehidupan umat manusia," katanya.

Wilayah yang akan dijadikan percontohan restorasi lahan yakni di Tana Keke, Kabupaten Takalar seluas 400 hektare. Pada tahap selanjutnya, program akan diimplementasikan di tiga kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Maros, Pangkep dan Barru.

"Metode ini baru enam bulan terakhir diuji-coba di Sulsel. Di Sulawesi Utara sudah sejak 10 tahun lalu. Percobaan pertama kami dilakukan di Florida, Amerika Serikat, sejak tahun 1989," katanya.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011