Kami menyerukan PBB dan negara-negara anggotanya untuk berdiri di belakang rakyat Kashmir dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri
Jakarta (ANTARA) - Dua tahun setelah pemerintah India mencabut status semi-otonom Jammu dan Kashmir, berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia masih terus terjadi.

Human Rights Watch (HRW) dalam laporan tahunannya mengkritik pemerintah India karena mengadopsi kebijakan diskriminatif terhadap komunitas minoritas, termasuk Muslim.

Dalam Laporan Dunia 2022, HRW mengatakan polisi gagal untuk mengambil tindakan terhadap mereka yang melakukan kekerasan maupun serangan terhadap Muslim.

HRW juga mencatat bahwa penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum terus berlanjut di mana terdapat 143 kematian dalam tahanan polisi dan 104 dugaan pembunuhan di luar proses hukum dalam sembilan bulan pertama pada  2021.

Baca juga: Milisi tembak mati dua guru di Kashmir India

Sementara itu laporan investigasi firma hukum yang berbasis di London “Stoke White”, mengungkap 450 kasus penyiksaan, 1500 kasus korban senjata, 100 kasus penghilangan paksa dan 30 kasus kekerasan seksual.

Laporan yang didasarkan pada lebih dari 2.000 kesaksian juga mencakup perincian tentang penangkapan pembela hak asasi manusia Kashmir Khurram Parvez.

Pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung secara sistematis dan meluas di Jammu dan Kashmir yang diduduki secara ilegal oleh India memerlukan penyelidikan oleh Komisi Penyelidikan PBB, seperti yang direkomendasikan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) dalam Laporan Kashmir 2018 dan 2019.

Direktur Genocide Watch Gregory Stanton mengatakan kebijakan Perdana Menteri Narendra Modi yang mencabut kedaulatan negara bagian Jammu dan Kashmir, membatalkan konstitusi terpisah, dan menghapus perlindungan terhadap tanah warisan dan pekerjaannya mendiskriminasi Muslim.

Bahkan, Gregory memperingatkan bahwa genosida terhadap Muslim bisa terjadi di India.

Saat berbicara dalam Kongres Amerika Serikat, ia merumuskan 10 tahap genosida yaitu klasifikasi, simbolisasi, diskriminasi, dehumanisasi, organisasi, polarisasi, persiapan, persekusi, pemusnahan, dan penyangkalan.

Langkah-langkah tersebut sudah dan sedang terjadi terhadap minoritas Muslim di India.

Sementara itu lima pelapor khusus PBB menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah pendudukan Jammu dan Kashmir oleh pasukan India.

Tuduhan penghilangan paksa, penahanan tanpa proses peradilan atau secara sewenang-wenang, penyiksaan dan perlakuan yang kejam, serta pembunuhan di luar hukum merupakan pola pelanggaran serius HAM di wilayah sengketa tersebut.

Keprihatinan tersebut tertulis dalam sebuah surat yang disampaikan kepada pemerintah India.

Baca juga: India perketat pembatasan di Kashmir pascapemakaman tokoh

Para ahli PBB juga menyampaikan keprihatinan terhadap kasus tiga pria Kashmir, yaitu Waheed Para, Irfan Ahmad Dar dan Naseer Ahmad Wani.

Waheed Para ditahan November tahun lalu dan mengalami perlakuan buruk di markas Badan Investigasi Nasional (NIA) di New Delhi.

Para ahli PBB juga menyoroti kematian Irfan Ahmad Dar pada September tahun lalu.

Irfan yang berprofesi sebagai seorang penjaga toko ditangkap pada 15 September 2020 di daerah Sopore, Kashmir utara oleh Kelompok Operasi Khusus (SOG) polisi Jammu dan Kashmir.

Keluarga Irfan Ahmad menerima kabar kematian anggota keluarga mereka keesokan paginya.

Mereka menemukan tulang wajahnya retak, gigi depannya patah dan kepalanya tampak memar karena terkena benda tumpul.

Kasus seorang warga distrik Shopian selatan Naseer Ahmad Wani juga menjadi perhatian para ahli PBB, demikian tulis pelapor dalam surat yang dilansir Kantor Berita Anadolu.

Pada 29 November 2019, tentara India menggerebek rumah Naseer Ahmad Wani dan mengunci semua anggota keluarganya di dalam sebuah ruangan. Tentara India memukuli Naseer selama lebih dari setengah jam di ruangan lain.

Dalam webinar berjudul “Kashmir dalam perspektif HAM”, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Muhammad Hassan menggarisbawahi pentingnya masyarakat internasional untuk menyuarakan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah pendudukan Jammu dan Kashmir.

Karena diamnya masyarakat internasional, lanjut dia, akan menguatkan kekuatan pendudukan di Jammu dan Kashmir untuk melanjutkan kebijakan represifnya yang melanggar hak asasi manusia.

Baca juga: UAE berupaya menengahi konflik India-Pakistan

Dubes Hassan juga menyerukan pada masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah praktis dan meminta pertanggungjawaban India atas pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di wilayah pendudukan.

Pakistan juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendesak India mencabut semua hukum represif di Kashmir, membebaskan tahanan politik tanpa syarat, mencabut UU baru kependudukan serta hukum lainnya yang dirancang untuk mengubah demografi di Kashmir.

Hal lain yang tak kalah penting, lanjut dia, adalah mengembalikan hak berkumpul dan hak menyatakan pendapat atau suara di publik.

Ia mengatakan rakyat Kashmir harus mendapatkan hak mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri yang diberikan kepada mereka oleh Dewan Keamanan PBB.

“Kami menyerukan PBB dan negara-negara anggotanya untuk berdiri di belakang rakyat Kashmir dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri,” kata Dubes Hassan.

Sementara itu Guru Besar Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Professor Yusni Sabi mengatakan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Jammu dan Kashmir oleh pasukan India harus dihentikan.

Rakyat Kashmir, lanjut dia, harus dibebaskan dari segala jenis ketakutan.

“Mereka harus memiliki akses yang setara ke peluang ekonomi, politik, maupun sosial. Rakyat Kashmir harus diberikan hak yang sama dan setara tanpa melihat agama mereka. Rakyat Kashmir memiliki hak untuk hidup damai,” kata dia.

Hak asasi manusia adalah hak dan kebebasan mendasar bagi semua orang, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, ras, agama, bahasa, atau status lainnya.

Hak asasi manusia termasuk hak sipil dan politik, seperti hak untuk hidup, kebebasan dan kebebasan berekspresi. Selain itu, terdapat pula hak-hak sosial, budaya, dan ekonomi, antara lain hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas pangan, hak atas pekerjaan, dan hak atas pendidikan.

Hak asasi manusia dilindungi dan didukung oleh hukum dan perjanjian internasional dan nasional.

Ia meyakini bahwa seluruh badan internasional prihatin atas pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir.

“Saya pikir kita harus berpartisipasi dalam memberikan bantuan kepada saudara-saudara kita di Kashmir,” kata Yusni.

Baca juga: Jembatan kereta api tertinggi sambungkan Jammu dan Kashmir di India

Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022